Fanfic: Cemburu Chap 3

" No love, no friendship, can cross the path of our destiny without leaving some mark on it forever." - Francois Mauriac

Cemburu by © Infaramona
Detective Conan by ©Aoyama Gosho
Conan Edogawa
Rated: T
 

AI POV

Cuaca sangat bersahabat hari ini. Tidak dingin, namun juga tidak panas. Calon hari yang lumayan menyenangkan―menurutku.
Hari ini ia datang ke sekolah dengan raut wajah masam dan pucat lagi. Tak tersenyum seperti biasa dan menyebarkan aura yang membuat murid lain menegukkan air ludah mereka. Aku hanya mendengus pelan, mengerti akan kebiasaan barunya yang telah berlangsung sejak tiga bulan belakangan ini. Menyebalkan.
Di hempaskannya tas ke atas meja yang membuat teman-teman sekelas kembali memandangnya dengan raut muka bertanya-tanya.
Tak dipedulikannya pandangan teman-teman sekelas, ia segera merogoh sesuatu dari tasnya―yang sepertinya buku misteri pembunuhan―dan kemudian mulai membenamkan dirinya membaca buku bersampul hitam tersebut.
"Ohayou Conan-kun," dengan wajah memerah entah karena malu atau ketakutan, seorang siswi berambut hitam dikuncir dan bermata biru yang aku ingat bernama Naoko dan merupakan salah satu member 'fans club Edogawa' memberanikan diri menyapa pujaan hati yang sedang berada dalam kondisi badmood tersebut.
Tak ada jawaban pastinya. Hanya terdengar suara kertas yang dibalik yang memberi arti bahwa sang Edogawa tak mendengarkan ucapan selamat pagi sang fans setia.
Naoko menggerutu sebal dan segera pergi melihat sang pujaan hati tak memperhatikan dirinya.
Aku hanya bisa menghela napas. Muak dengan sikapnya, tak pernah terbersit di pikiranku bahwa pria yang dijuluki 'Sherlock Holmes of the Heisei era' itu juga bisa patah hati seperti ini, kukira segala tetek bengek yang berhubungan dengan hal seperti itu tak akan bisa membuatnya berubah seperti ini.
"Ada apa lagi?" tanyaku pelan sambil duduk di atas mejanya.
"Hn…" itu bukan jawaban yang kuminta, itu hanya sebuah dengungan tak jelas yang mengucur keluar dari bibirnya. Matanya masih terpaku pada buku misterinya, namun aku tahu pasti bahwa ia sudah tidak membaca lagi, terlihat jelas di matanya.
"Terserah kau…" gumamku tak peduli dan beranjak pergi darinya.
#
"Edogawa-san!"
Tidak ada respon sama sekali dari sang detektif tersebut. Tampangnya aneh, lagi. Miyako sensei hanya bisa menatap sang Edogawa dengan tatapan hambar karena anak favoritnya akhir-akhir ini tak pernah memperhatikannya lagi.
"Edogawa Conan!" ujar Miyako sensei dengan agak sedikit membentak
Mendongakkan kepalanya dengan malas, sang empu pemilik nama Edogawa tersebut akhirnya menatap sang guru.
"Ada apa sensei?" terdengar nada sopan yang menurutku agak menjijkan yang diucapkan Edogawa-kun.
"Bisakah kau jelaskan mengenai perbedaan hewan karnivora, herbivora, dan omnivora?"
Ekspresinya berubah.
Tak ada wajah malas nan lesu, yang ada saat ini adalah wajah kekanak-kanakannya yang biasa. Dalam sekejap ia dapat mengubah ekspresinya dengan mudah seperti itu.
"Aku tak tahu sensei… gomenne…"
Aku memutar kedua bola mataku dan sambil mendengus kecut. Lagi-lagi ia seperti ini, bertingkah innocent dan polos yang menjijikan. Aku berani bertaruh semua koleksi dompet kulitku bahwa Conan lebih mengetahui segala tetek bengek mengenai pelajaran ini daripada Miyako-sensei.
"Makannya perhatikan jika sensei menerangkan!"
"Hai sensei!"
Tapi tetap saja, selama jam pelajaran ia tak memperhatikan penjelasan Miyako-sensei.
#
Selama tiga bulan terakhir ini Conan selalu menyibukkan dirinya dengan berbagai aktifitas yang menyibukkan dirinya. Aku mempunyai spekulasi ia melakukan semua ini agar ia tak usah pulang ke rumah, mungkin karena ia muak melihat Ran bersama pacarnya. Ia hampir mengikuti semua ekstrakurikuler di sekolah dan hampir setiap hari ia pulang hampir mendekati jam malam. Aku sangat khawatir dengan keadaannya.
Grup Detektif kami kini telah dipercaya secara resmi oleh pihak kepolisian dan masyarakat. Tak ada lagi yang menganggap bahwa kami hanya anak-anak yang menyusahkan yang selalu mondar-mandir di tempat kejadian perkara. Yang paling berjasa di mata para masyarakat mungkin adalah Ayumi, Genta, dan Mitsuhiko. Kenapa bukan Edogawa? Karena ia kini tak pernah ambil peran di bagian penjelasan analisis, kini ia hanya bermain di belakang, layaknya sang dalang dalam acara pementasan boneka.
Bagaimana dengan Kogoro? Ia masih sama seperti yang lalu, namun kini pamornya kalah oleh para Detective Boys.
Kini, grup Detektif Cilik telah memiliki ruangan sendiri di sekolah, walaupun kami masih SD, tapi para staff sekolah sangat bangga memiliki murid seperti kami dan memberikan kebebasan pada kami dengan memberikan ruangan pribadi.
"Ai!" aku segera menolehkan kepalaku dan melihat Genta, Ayumi, dan Mitsuhiko berlari kearahku dengan penuh semangat.
"Ada kasus!" Genta memulai dengan mata yang membara. "Seorang anak kelas 3 hilang!"
Aku memutar bola mataku dan berharap hari ini tidak cukup melelahkan.
#
RAN POV

Untunglah hari ini cerah sekali, berterimakasihlah pada Toyama yang mengingatkan aku untuk memasang dewa cuaca di jendela agar pertandingan final sepak bola Conan nanti akan menjadi lancar. Aku tersenyum kecut jika mengingat hal ini lagi. Dulu, aku selalu memasang dewa cuaca agar Shinichi dapat bertanding di cuaca yang cerah. Memikirkan Shinichi lagi hampir membuatku menangis.
'Sudahlah Ran… lupakan dia… sudah ada Toyama sekarang…' batinku berteriak kencang sekali.
Aku tahu ini sungguh tidak mudah. Melupakan orang yang sangat kita cintai ternyata tidak semudah yang orang bilang. Ini sakit. Sangat sakit.
"Ran-neechan…" aku memutar balik tubuhku dan segera berusaha untuk tersenyum dan menghapus bulir-bulir air mata yang hampir turun dari mataku.
"Ran-neechan menangis?" Conan bertanya bingung dan berjalan di ke arahku.
"Ti-tidak kok, ini tadi ada debu…" aku tahu alasan ini sudah klise sekali dan mencoba untuk melupakan Shinichi dan kembali tersenyum kepada Conan. "Kau sudah siap?"
"Ia, ayo berangkat Ran-neechan."
#
Conan sudah mencetak tiga gol untuk Tim SD Beika dan membuat mereka menang jauh dari tim lawan. Aku tersenyum melihatnya, serasa Déjà vu dengan Shinichi. Conan sangat mirip dengan Shinichi, tingkahnya, hobinya, bahkan cara mereka berjalanpun sama. Sudah berkali-kali aku menduga bahwa Conan itu adalah Shinchi, namun yang kudapat adalah hal itu adalah hal yang tidak mungkin. Mungkin Conan sangat mirip dengan Shinichi, tapi aku harus yakin bahwa mereka adalah individu yang berbeda.
Ya, Conan berbeda dengan Shinichi. Apalagi akhir-akhir ini, ia sangat berbeda dari Conan yang aku kenal dulu. Conan kini jarang sekali berada di rumah, bahkan setiap hari liburnya pun selalu dihabiskan dengan aktifitas-aktifitasnya. Aku bahkan tak menyangka Conan juga mengikuti ekstrakurikuler memasak di sekolahnya.
Kami sudah tak pernah pergi jalan-jalan bersama lagi. Aku bahkan sangat khawatir melihat ia saat ini. Ia sudah jarang istirahat, bahkan setiap hari selalu ada lingkaran hitam di bawah matanya. Bahkan saat berangkat menuju pertandingan tadi, wajahnya agak pucat dan juga dihiasi dengan kantung mata di matanya. Saat aku bertanya apakah ia baik-baik saja, ia hanya menjawab dengan senyuman manisnya dan berkata ia baik-baik saja, hanya gugup dengan pertandingan. Aku sangat-sangat khawatir dengan keadaannya.
Aku menyadari sifat Conan berubah karena kehadiran Toyama. Aku bingung kenapa ia bisa seperti ini. Apakah mungkin benar kata-kata Ayumi beberapa tahun yang lalu bahwa Conan menyukaiku dan kini ia cemburu pada Toyama? Aku menggelengakan kepalaku berharap hal itu salah.
Aku kembali mencoba berkonsentari dengan jalannya pertandingan dan aku harus mengakui bahwa Conan benar-benar sangat hebat dalam memainkan sepak bola. Semua orang berdecak kagum padanya bahkan Toyama yang ada di sebelahku tak pernah berhenti menyuarakan sorakan seperti 'Ayo golkan lagi!' atau 'Conan sangat luar biasa' yang berhasil membuat aku tersenyum manis.
Toyama adalah orang yang sangat baik. Ia bahkan cuti kerja hari ini hanya untuk menonton pertandingan sepak bola antar SD seperti ini. Ia adalah orang yang sangat pengertian dan penyayang. Dengan wajah tampan dan hidup yang mapan pastilah banyak wanita yang ingin mengantri untuk mendapatkan hati pemuda yang kini sedang bersorak di sampingku ini.
"GOOLLL" teriakan menggema di sekeliling stadion mini ini. Conan kembali menjebol gawang lawan dengan golnya yang keempat kalinya dalam babak pertama ini. Aku ikut berteriak bahagia dengan ratusan orang yang ikut menyaksikan pertandingan ini. Aku benar-benar sangat bangga dengan Conan.
Namun, aku melihat hanya satu orang yang tak ikut bersorak saat ini, Ai Haibara. Gadis itu hanya duduk diam sambil melingkarkan kedua lengannya di badan dan ekspresi khawatir terpampang jelas di wajah yang biasanya selalu 'stoic' tersebut. Matanya tak henti-hentinya selalu melihat Conan, dan hampir tak memperdulikan teman-teman seangkatannya yang kini sedang menarikan tarian bahagia.
Aku memandangnya heran. Apakah ia juga menghawatirkan Conan seperti aku, atau ada hal lain yang jadi pikirannya? Entah kenapa, aku tidak suka jika melihat ia terlalu possessive terhadap Conan.
"Conan hebat sekali ya, kujamin pasti jika besar nanti ia akan jadi kapten tim nasional Jepang!" ujar Toyama kepadaku, aku tertawa pelan dan menyetujui kata-katanya.
Peluit pertanda selesainya babak pertama dikumandangkan oleh wasit. Tim SD Beika sudah menggunduli lawannya hanya dengan babak pertama. Conan menjadi pahlawan saat ini, semua gol yang tercipta adalah karena tendangan dari kaki kecilnya. Nama Edogawa Conan terus dikumandangakn oleh pembawa acara dan para teman-teman SD Beika. Pastilah Conan bahagia sekali hari ini.
Kuambil teropongku untuk menyorot Conan agar terlihat lebih jelas dan seketika itu juga aku sangat kaget meilhatnya. Conan bahkan tak tersenyum sama sekali mendengar orchestra para penonton yang menyeruakan namanya. Wajahnya sangat pucat dan memmbuat lingkaran di bawah matanya menjadi sangat jelas. Ia dalam kondisi yang sangat buruk, tapi aku berharap ia tak apa-apa dan mataku membohongi diriku.
Toyama masih berteriak disebelahku, ia terlampau semangat hari ini. Satu hal lagi yang membuat aku menyayanginya, ia sangat sayang dan peduli pada Conan.
Kualihkan pandanganku kepada Ai untuk melihat bagaimana ekspresi wajahnya saat ini, aku sangat penasaran dengan gadis satu itu, namun yang kulihat sekarang hanya kursi kosong yang ditempatinya tadi.
"Kemana dia?" bisikku pelan kepada diriku sendiri.
#

CONAN POV

Akhirnya babak pertama berkahir. Entah kenapa aku merasa sangat lelah dan tak bersemangat di hari yang paling dinantikan oleh klub sepak bola SD Beika ini, yaitu hari pertandingan final, hari ini.
Ku dudukkan diriku di bangku pemain dan kemudian kusiram air yang seharusnya untuk aku minum ke seluruh tubuhku berharap dapat menyegarkan diriku sedikit. Namun, ketika air dingin itu mengalir di kulitku, hanya rasa dingin yang menyeruak aneh dan kulitku langsung merinding saat itu juga.
"Kau tak apa-apa, Edogawa-kun?" tanya pelatih tim kami yang keturunan Inggris yang memiliki warna rambut yang persis seperti Ai, Mr. Dock.
Aku hanya mengangguk pelan dan mengehela napas, mencoba mengurangi sakit kepalaku yang sedang menggebu-gebu.
Sudah seminggu belakangan ini aku merasa kurang enak badan. Aku tahu ini semua salahku yang bertingkah kekanakan ini. Aku berusaha untuk menyibukkan diriku dengan segala aktifitas agar pikiranku bisa teralihkan oleh Ran dan pacar barunya tersebut. Aku tahu hal ini menyiksa diriku pelan-pelan, tapi aku tak tahu harus bagaimana lagi. Hatiku benar-benar sakit jika meihat Ran bersama laki-laki lain.
Mungkin aku sudah bersikap terlalu egois, aku sudah membuat Ran selalu menangis dan bersedih. Seharusnya aku senang jika ada seseorang dapat membuatnya berbahagia dan tak menangis lagi, tapi aku tak dapat menyingkirkan perasaan untuk mencekik pria yang berdekatan dengan Ran.
Aku tak dapat tidur dengan nyenyak karena hal ini, yang kuinginkan saat ini adalah kembali merebut Ran dari tangan Natsue tersebut. Tapi, apa yang bisa kulakukan saat ini? Nothing.
Hatiku kembali terasa nyeri saat ini, melihat Ran duduk berdekatan dengan pria tersebut untuk menonton pertandingan ini. Aku bahkan tak sudi jika pria tersebut menyebutkan namaku.
"Sudah… hentikan Kudo!" aku terkejut saat itu juga ketika menyadari Ai sekarang sedang berada di sebelahku sambil memegang keningku. "Kau sakit."
Aku menepis tangannya seketika dan memandangnya dengan tatapanku yang biasa. Kepalaku terasa sangat sakit kali ini, serasa ada orang yang memukulnya berkali-kali dan membuatku meringis.
"Aku tidak apa-apa… hanya pusing biasa, kau jangan cemaskan aku…"
Ai sudah siap untuk membantah dan menyerbuku dengan kata-kata mutiaranya, namun saat itu juga bunyi peluit tanda pertandingan segera dimulai. Aku bersyukur saat itu juga.
"Daa… doakanku menang yaa…"
"Kau menyebalkan!'
#
AI POV

Pertandingan berakhir dengan kepastian Tim SD Beika memenangkan pertandingan karena dalam babak kedua sang kapten kembali menyerang gawang lawan dengan menambah tiga gol lagi tanpa balas. Tim SD Beika menang telak karena benar-benar menggunduli lawannya dengan tujuh gol tanpa balas. Aku hanya dapat memandang khawatir pada sang kapten yang saat ini benar-benar pucat.
Conan saat ini sedang dikerubungi oleh pemain lainnya, memeluknya, bahkan menjitak kepalanya sebagai tanda perasaan bahagia mereka. Gadis-gadis tak tahu malu yang agak menjijikan berteriak sambil membawa poster dan berbagai macam kertas yang berisi foto Conan dan tanda cinta mereka.
Aku memutar bola mataku sambil mendengus heran karena ia sangat keras kepala. Aku sangat khawatir dengan keadaannya. Aku tahu ia bukan menderita penyakit sepele seperti biasa. Wajahnya sangat pucat dan ia terus meringis seperti menahan sakit. Tak mau hal buruk terjadi padanya, aku segera mendekatinya.
"Kudo!" ia memutar tubuhnya dan kemudian tersenyum kepadaku. Tersenyum? Mengapa ia tersenyum kepadaku?
"Kau baik-baik saja?" aku merutuki diriku karena bisa bertanya seperti ini, ini pertanyaan bodoh, tentu saja ia tidak baik-baik saja. Aku meletakkan telapak tanganku di keningnya dan terkejut karena suhu badannya lebih panas dari yang tadi. "Kau panas sekali! Setelah ini kita kerumah sakit!"
Ia menepis tanganku lagi dan berjalan menjauhiku, kurasa ia tak mendengarku tadi. Dasar keras kepala!
Ia berjalan menuju podium yang saat ini telah berisi seluruh anggota tim bersama Walikota Beika untuk mengambil piala sang juara. Semua orang bersorak senang, semua siswa-siswi Beika sedang berpesta dengan menari tarian aneh dan para penggemar Conan tak henti-hentinya berteriak tak jelas.
Pertandingan kali ini sangat meriah karena yang mengadakannya adalah Bapak Walikota sendiri. Kini, sebelum penyerahan piala semua pemain dikalungkan medali oleh Walikota dan Conan tentu saja terpilih menjadi pemain terbaik dan diberi hadiah uang dua puluh ribu yen.
Kualihkan pandanganku kapadanya. Ia tersenyum, walaupun itu adalah senyuman anak-anaknya yang biasa namun aku dapat menangkap bahwa ia sedang kesakitan saat ini. Tidak adakah orang yang menyadari wajahnya sepucat vampir saat ini?
Ketika piala diserahakan, semua orang kembali berteriak-teriak. Namun, ketika sedang mengacung-acungkan piala besar tersebut seketika itu juga tubuh Conan merosot dan menghempas lantai.
Tiba-tiba saat itu juga aku sangat sulit untuk bernapas.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Fanfic: Cemburu Chap 3"