Fanfic: Cemburu Chap 2

"Aku harus tetap hidup dan menunggu Shinichi kembali" – Ran Mouri (Detective Conan the Movie: Countdown to Heaven)

Cemburu by © Infaramona
Detective Conan by ©Aoyama Gosho
Conan Edogawa
Rated: T
Ran PoV

Sudah empat tahun Shinichi pergi meninggalkanku. Sudah empat tahun juga aku merasa menjadi wanita paling bodoh karena menantikan seseorang yang aku sendiri tak tahu kapan ia akan pulang. Ia hanya menghubungiku sekali duakali tanpa menanyakan kabarku sedikitpun, yang dia bicarakan hanya kasus, kasus, dan kasus―kuharap ia akan segera dimakan oleh kasus! Sejak ia meninggalkanku di Tropical Land itu hanya beberapa kali saja dia datang menghampiriku dan hanya dalam waktu yang sangat singkat, padahal begitu banyak hal yang ingin kubicarakan dengannya. Segitu sibukkah dia? Segitu pentingnya sebuah kasus menurutnya daripada aku? Apakah ia tak pernah tahu bagaimana perasaanku? Setiap hari aku memikirkannya. Menangis untuknya. Dan apa yang dia berikan kepadaku? Hanya rasa sakit…
.
Sekarang, aku sudah kuliah, menjadi mahasiswa, bukan anak SMA lagi. Tapi Shinichi? Aku tak tahu… apakah dia sudah kuliah, dimana ia tinggal, dan apa yang sedang ia kerjakan…
Sudah beberapa bulan ini ia tak pernah lagi memberi kabar padaku. Tapi, sekarang aku belajar untuk tidak memperdulikannya. Ia saja tak pernah memperdulikan aku.
Tapi, kehidupanku tetap harus berjalan. Hidupku menjadi lebih baik karena ayah mengadopsi Conan dan menjadikan ia sebagai anggota keluarga resmiku. Orangtua Conan telah meninggal setahun yang lalu dalam kecelakaan mobil di Irlandia dan meninggalkan banyak sekali harta warisan kepada Conan―menurutku hal ini menjadi salah satu faktor kenapa ayah mau mengadopsi Conan―.
Menurut Profesor Agasa, Orangtua Conan di makamkan di Irlandia di kota kelahiran ayah Conan―aku tak pernah tahu ayah Conan mempunyai keturunan Irlandia karena wajah Conan tak mencerminkan wajah Irlandia sedikitpun. Pada saat orangtuanya meninggal, tak ada air mata yang keluar dari mata birunya, ia tak menangis karena sedih, ia hanya terdiam ketika mendengar berita tersebut. Pada saat itu, aku menyadari sesuatu, yaitu: Conan tak pernah menangis… persis seperti Shinichi…*
Di kampusku di Universitas Tokyo aku berkenalan dengan seorang pria yang lumayan tampan bernama Toyama Hatsue. Kami lama kelamaan menjadi teman akrab karena sama-sama dalam klub karate dan sampai-sampai kami telah digosipkan menjadi pasangan diseluruh kampus karena kedekatan kami. Sonoko berkata bahwa Toyama adalah cowok idaman setiap wanita di kampusku, namun aku tak pernah mencintai dia.
.
Namun, kemarin pada saat Sonoko mengajakku menemaninya membeli produk-produk terbaru Fusae Brand dan Toyama menawarkan diri untuk menemani kami, Toyama tiba-tiba menyatakan cintanya padaku saat kami sedang menikmati makan siang. Sangat konyol memang.
"A-a-apa maksudmu Toyama-san?" Kataku terbata-bata dikarenakan aku tak percaya dengan apa yang di dengar oleh indra pendengaranku.
"Maukah kau menjadi pacarku Ran?" Toyama mengulangi perkataannya sekali lagi sambil menggenggam tanganku.
Aku terdiam seperti orang tolol untuk beberapa saat, kupindahkan pandanganku berulang kali antara Toyama dan Sonoko.
"Terima saja Ran!" kata Sonoko dengan semangat dan kegirangan sambil menepuk punggungku.
"A-aku…" Aku tidak bisa memastikan ini tentu saja… aku tak pernah mencintai Toyama-san sebenarnya, aku hanya sayang padanya, sayang layaknya aku dengan Conan.
Perasaan bingung menerpaku. Bagian organ otakku berteriak kepadaku untuk menerimanya, mencoba hidup baru, mencoba cinta yang baru… tapi, hatiku berteriak menolaknya karena mereka masih sanggup untuk menunggu kembalinya dia…
Apa yang harus aku pilih? Mendapatkan cinta yang baru dari sesorang yang tulus mencintaiku dan selalu berada disisiku atau menunggu cinta yang tak kunjung datang dari seseorang yang sejak dari dulu telah kucintai, kukagumi, dan kupikirkan setiap hari…
"Tentu saja aku mau…" Kata-kata yang begitu sederhana dan mengandung arti yang sangat berarti itu tiba-tiba keluar dari bibirku. Aku tercekat sesaat, tak berani memandang Toyama-san karena ternyata otakku memenangkan pertarungannya dengan hatiku.
Aku harus mencoba melupakannya… Aku harus memulai yang baru…
"Benarkah itu Ran?" tanya Toyama dengan wajah yang berseri-seri dan senyum yang lebar tersungging di wajahnya.
Aku mengangguk pelan dan memberanikan diri memandang Toyama-san. Hatiku berdebar halus melihat senyum tulus yang diberikannya kepadaku, nyaris sama dengan senyum yang diberikan oleh Shinichi kepadaku dulu. Dulu? Yah dulu.
Aku tersenyum. Senyum tulus karena didasari perasaan sayangku kepadanya, bukan perasaan cintaku kepadanya… tapi aku harus mencoba.
Sonoko tertawa sambil menarikan tarian kemenangannya di hadapanku dan Toyama, tak memperhatikan pandangan aneh oleh orang-orang disekitarnya.
"Selamat untuk kau Ran…" ujar Sonoko sambil memberikan pelukan terbesarnya kepadaku. "Ku jamin besok para wanita di kampus berteriak iri padamu karena kau telah mendapatkan cowok terganteng di kampus―walaupun tak seganteng Makoto sih…"
Sonoko tertawa puas, dan aku dan Toyama hanya saling tersenyum. Kami saling menatap wajah masing-masing. Aku, akhirnya menemukan pria yang dapat tersenyum tulus kepadaku. Selain Shinichi…
.
Setelah makan siang, Sonoko pamit untuk pulang sendirian karena dia tak ingin mengganggu kami, aku langsung melayangkan pukulanku padanya. Sekarang, aku merasa aneh jika ditinggalkan hanya berdua dengan Toyama.
"Umm… Ran.." Toyama berbisik di dekatku
"Apa?" Tanyaku balik kepadanya
"Ayo kita nonton, biar aku yang traktir deh…"
"Oke." Jawabku kepadanya sambil tersenyum manis.
.
Setelah menonton, Toyama mengajakku ke sebuah taman di tengah-tengah kota Beika dan mengajakku berjalan-jalan sambil mengobrol.
"Ran, apakah kau tahu sejak kapan aku mulai mencintaimu?" tanya Toyama pada saat kami sedang duduk di bawah sebuah pohon oak yang cukup rindang.
"Umm… mana aku tahu…" ucapku sambil tersenyum jahil. Otakku daritadi berteriak aku harus bersikap sewajarnya dan ia juga berteriak mengingatkanku bahwa Toyama sekarang bukan temanku lagi, tapi pacarku!
Toyama mulai menceritakan dari awal ketika ia pertama melihatku, berkenalan denganku, akrab denganku sampai saat ini…
"Lalu, mengapa kau menembakku tadi di depan Sonoko?" tanyaku dengan nada pura-pura jengkel padanya.
Toyama tertawa renyah dan kemudian kembali mentapku, "Itu semua ide gila Sonoko. Kemarin aku dikuliahinya seharian bagaimana cara untuk menembakmu sayang. Aku hampir gila kemarin, aku tak menyangka Sonoko bisa lebih cerewet dari pak Haramoto yang mengajar karateku dulu."
Kami tertawa bersama, saling berpegangan tangan, saling menatap wajah masing-masing, dan menikmati kehangatan dari matahari yang mulai terbenam.
Aku tak pernah merasakan perasaan seperti ini. Perasaan hangat, nyaman dan menggairahkan…
Dari dulu aku selalu membayangkan bahwa suatu hari aku akan merasakan perasaan ini. Bukan bersama Toyama, tapi bersama Shinichi. Aku menggelengkan kepalaku segera supaya bayangan Shinichi cepat hilang dari pikiranku.
"Ada apa Ran? Kau sakit?" tanya Toyama dengan wajah khawatir kepadaku, mungkin ia merasa aneh denganku yang tiba-tiba menggelengka kepala.
"Tidak kok." Jawabku tersenyum kepadanya. "Ayo kita pulang, pasti Conan telah kelaparan menungguku…"
"Umm baiklah…"
Kami segera berdiri dari posisi duduk kami, dan ia membantuku untuk berdiri. Aku baru menyadari saat ini bahwa kami sedang berdiri membelakangi matahari yang sedang terbenam dan memancarkan cahaya yang begitu indah kepada kami.
"Indah…" kataku kepada Toyama
"Ya… Indah sepertimu Ran…" Toyama berbisik kepadaku. Aku segera menoleh kepadanya dan mendapati kedua bola mata birunya sedang memandang lembut padaku. Wajahku seketika itu juga memerah olehnya.
"Umm… trims…" Wajah kami saling berdekatan. Aku dapat merasakan deru nafasnya yang teratur. Jantungku bertentum-dentum tidak karuan solah sedang latihan pawai. Baru kali ini aku berdekatan dengan laki-laki lain sedekat ini. Tanpa kurencanakan sebelumnya, tiba-tiba tanganku bergerak sendiri untuk merangkul leher Toyama. Wajah kami semakin dekat, Jantungku bedebar lebih kencang lagi. Tanpa sadar aku langsung menutup mataku dan kemudian terjadi. Toyama mengecup pelan bibirku dengan sangat lembut dan aku tak bisa menolaknya karena hatiku telah tergantikan oleh hawa nafsu otakku sendiri. Ciuman dari Toyama berhenti karena otak kami berdua sama-sama membutuhkan oksigen. Toyama kembali memandangku dengan wajah sangat memerah namun dengan senyuman yang sangat lembut. Wajahku terbakar merah karena tadi, tanpa mampu menahannya kami berdua kembali berciuman untuk yang kedua kalinya…
Di latarbelakangi oleh cahaya matahari terbenam, mungkin ini adalah hari yang tak akan pernah kulupakan selama hidupku.
Hal yang selalu aku mimpikan aku lakukan bersama dengan Shinichi. Hal yang selama ini kusimpan hanya untuk Shinichi semua itu kuberikan untuk Toyama. Walau ada sesak di hatiku ini, aku berusaha untuk tidak menggubrisnya. Otakku kembali meneriakkan yel-yelnya mengenai Shinichi, Shinichi yang meninggalkanku… Shinichi yang tak pernah kembali kepadaku…
Aku kini harus mencoba hidup baru… Hidup bersama seseorang yang sangat menyayangiku dengan sepenuh hatinya…
*Aku mengikuti kata om Aoyama bahwa Conan itu tak menangis

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Fanfic: Cemburu Chap 2"