Fanfic: Penyelidikan Shinichi Kudo

 A DETECTIVE CONAN FANFICTION BY INFARAMONA

Genre: Humor (?)
Rated: K+
Disclaimer: Semua segala hal tentang Detective Conan adalah milik om Aoyama Gosho, saya Cuma suka bersenang-senang dengan ciptaannya. No money here, just for fun.
N/A: Fic ini adalah Xover dengan short story om Aoyama yaitu Detektif Swasta Joji Kirishima. Fic ini terinspirasi dari Detective Conan SDB 30++ tentang penyelidikan Shinichi oleh Joji Kirishima, namun di fic ini adalah versi saya seorang. Sumimasen.
Warning: Garing, gaje, dan ngebosenin. No Slash. If you don't like, please don't read!
Thanks.
#

Penelitian kelakuan Shinichi Kudo oleh Detektif Swasta Joji Kirishima
Namaku Joji Kirishima... Target kali ini adalah pemuda yang ceritanya menghilang secara tiba-tiba dan tak tahu kemana perginya. Ia berkata bahwa ia sedang menyelidiki suatu kasus yang rumit. Apakah memecahkan suatu kasus harus mencapai waktu berbulan-bulan? Ataukah ada hal yang terselubung dari Sherlock Holmes of the Heisei Era ini? Akan aku bongkar segala seluk beluk tentang dirinya.
Klien: Ran Mouri
Permintaan Penyelidikan: Apa yang dilakukan Shinichi saat dia menghilang? Kenapa ia tak juga pulang-pulang? Sebenarnya apa sih yang dia lakukan sampai selama ini? Aku masih belum percaya dia terlibat kasus-kasus yang sangat rumit.
Target: Shinichi Kudo

Penyelidikan:

Check 1: Belajar menjadi seorang Model
Shinichi sering berlagak baknya seorang model professional. Dengan badan yang tegap dan tinggi serta wajah yang tampan yang luar biasa, mungkin saja ia ingin menyusul pekerjaan ibunya di dunia Entertain. Pada saat kasus pembunuhan Kio Tsujimura oleh istrinya sendiri (Vol 10) Shinichi berdiri diantara daun pintu sambil mengadahkan tangannya kedaun pintu tersebut dan tangan lainnya di saku celana. Gaya yang sangat populer di kalangan model pria. Apakah Shinichi sudah bosan selalu bermain-main dengan kasus sehingga ia banting setir ke arah dunia Entertain mengikuti Ibunya―sang Ratu bintang perak―Yukiko kudo? Mungkin saja.
Pendapat Joji Kirishima: Ia sudah bosan dengan kasus yang berdarah-darah dan ingin menjadi seorang idola oleh semua wanita―dan mungkin juga laki-laki karena dia mendapatkan anugerah wajah yang tampan.
Tingkat Kecurigaan: 40 persen.

Check 2: Menderita penyakit tertentu.
Di saat kasus pembunuhan Kio Tsujimura, kasus di pertunjukan SMA Teitan, dan kasus Dewa Kematian (Vol 10, 26, dan 62) Shinichi sering terlihat sangat kesakitan dan sering berkeringat. Ia kadang pingsan dan sering merintih kesakitan sambil mencengkram dadanya. Ia tak pernah mau untuk di ajak ke Rumah Sakit dan temannya Heiji Hattori selalu mendukungnya, Heiji juga tak memperbolehkan Shinichi ke Rumah Sakit. Sebenarnya apa yang terjadi pada Shinichi Kudo? Kenapa ia sering seperti itu? Dan kenapa Heiji Hattori mendukungnya? Apakah mereka berdua bersekongkol? Atau Shinichi pura-pura sakit untuk menambah sensasi? Ataukah ia takut akan Rumah Sakit beserta jarum suntiknya? Mungkin saja.
Pendapat Joji Kirishima: Sebenarnya ia hanya pura-pura sakit agar mendapat lebih banyak perhatian oleh orang lain.
Tingkat Kecurigaan: 75 persen

Check 3: Shinichi terlilit hutang yang banyak.
Manjadi anak seorang penulis misteri paling terkenal seantero Jepang dan Dunia dan seorang Aktris papan atas mungkin masih belum cukup juga bagi seorang Shinichi Kudo. Dia sering meminta kepada para penyelidik Keppolisian untuk merahasiakan keadaannya. Heiji pun pernah berkata di hadapan seluruh orang bahwa kasus yang di pecahkan oleh Shinichi di SMA Teitan harus dirahasiakan, dia berkata bahwa kasus ini bocor akan menjadi masalah besar. Kenapa begitu? Apakah ia begitu rendah hati sehingga tak mau namanya disebutkan di khalayak umum? Atau ia dikejar-kejar oleh seorang rentenir kartu kredit? Tapi kenapa Heiji selalu mau membantu Shinichi?
Pendapat Joji Kirishima: Shinichi itu anak yang boros, masa hanya untuk menanyakan ketertinggalannya di sekolah ia mesti mengajak Nona Ran Mouri makan malam di Restoran puncak Beika Center Building? Ataukah Shinichi mungkin juga terlibat dalam suatu investasi dan ia kalah dalam investasi tersebut sehingga ia menjadi bangkrut dan melarikan diri. Ia tak mungkin meminta uang kepada orang tuanya yang tinggal di luar negeri karena ia mungkin tak mau nama besar orang tuanya menjadi jelek di mata dunia karena kelakuannya.
Tingkat Kecurigaan: 82 persen
Kesaksian penting: #Nama disensor# yang menjabat seorang Inspektur Kepolisian distrik Tokyo menjelaskan bahwa Shinichi sering meminta untuk jangan menyebutkan namanya dalam setiap kasus dan ia juga berpura-pura menjadi orang lain. Ia juga sering menghilang tiba-tiba ketika kasus telah terselasaikan.

Check 4: Suka merayu wanita lain.
Dengan ketampanannya yang sangat luar biasa ia dapat membuat wanita meleleh menjadi permen karet lengket hanya dengan kedipan matanya yang memukau. Siapa wanita di dunia ini yang tidak mengakui kekerenannya dan ketampanannya, sayapun mengakui hal tersebut. Sang detektif di Heisei Era ini seringkali merayu wanita―yang menurut pendapatnya untuk kepentingan penyelidikan. Ia juga berpelukan dan hampir saja berciuman dengan seorang putri Direktur Perusahaan Game terkenal saat penyelidikan kematian tragis ayahnya di Beika Building Center, ia tak jadi mencium wanita tersebut dikarenakan ia dipergoki oleh salah satu petugas kepolisian. Apakah itu strategi untuk mengihibur wanita tersebut? Ataupun ada hal lain di belakang hal tersebut. Jika di tempat umum saja ia sudah berani bertindak seperti itu? Apa yang dapat ia lakukan di luar tempat umum? Misalkan kamar? Banyak sekali spekulasi mengenai hal yang satu ini.
Pendapat Joji Kirishima: Shinichi mungkin saja berpacaran dengan banyak orang, melihat bagaimana mudahnya ia untuk merayu seorang wanita yang bahkan tak dikenalinya sama sekali. Mungkin sudah banyak sekali korban dari rayuan maut namun indah a la Shinichi Kudo ini. Menurut saya, Nona Ran Mouri harus segera melancarkan jurus karate mautnya kepada Tuan Kudo ketika bertemu dengannya.
Tingkat Kecurigaan: 99,98 persen
Kesaksian penting:
#Nama disensor# seorang petugas kepolisian yang memergoki Shinichi hampir berciuman dengan wanita dalam kasus pembunuhan di Beika Building Center.
"Saat penyelidikan tentang kasus tersebut, saya sangat kaget ketika Kudo-san tiba-tiba ia mendatangi tempat wanita tersebut berdiri dan membisikan sesuatu kepada wanita tersebut. Setelah itu, tiba-tiba ia ia merangkul bahu tersebut dan kemudian menjatuhkan wanita tersebut ke dalam dekapannya. Untung saja saat itu saya berteriak dan Kudo menghentikan hal tersebut dan segera melepas tangannya. Saya melihat wanita itu langsung pergi dari hadapan Kudo dengan wajah memerah."
#Nama Disensor juga# seorang detektif dari Osaka yang katanya menjadi saingan Shinichi dan sahabatnya juga bersaksi:
"Shinichi itu mempunyai handphoe khusus untuk menelpon orang yang sangat khusus baginya. Ia tak pernah mau memberitahukan nomor Handphone-nya tersebut kepada orang lain―mungkin ia takut di teror oleh wanita yang pernah ia dekati. Ia juga sering curhat denganku tentang kegalauannya terhadap wanita. Aku sudah menasihatinya, tapi ia tetap keras kepala. Aku sebagai temannya mungkin tak berhak untuk mencampuri urusan pribadinya, tapi apa yang mau dikata. Tolong sensor namaku!"

Check 5: Hubungan yang terlalu dekat dan tak wajar Heiji Hattori
Heiji mungkin adalah salah satu sahabat Shinichi, tetapi sangat aneh jika Heiji sering sekali menghubungi Shinichi. Heiji lebih dulu tau nomor Handphone Shinichi dari pada Miss Ran Mouri sendiri.
Pendapat Joji Kirishima: Tak banyak yang dapat saya bongkar akan hubungan yang aneh ini, tapi saya memasang curiga saya terhadap kasus ini! Mungkin saja Shinichi memasang hubungan yang tak wajar dengan Heiji. Jika saya menjadi Nona Mouri, saya akan mencurigai Heiji dengan penuh.
Tingkat Kecurigaan: 78 persen
Kesaksian Penting: Saya mendapatkan kesaksian penting dari teman perempuan Heiji Hattori yang tak ingin disebutkan namanya bahwa Heiji sering sekali telpon-telponan dengan Shinichi Kudo. "Bahkan saat pelajaran sekolah 5 menit akan dimulai, Heiji masih sempat untuk menelpon Shinichi atau sekedar pesan singkat."

Kesimpulan Penyelidikan Detektif Swasta Joji Kirishima
Kepada Nona Ran Mouri
Saya berpendapat selama ini Shinichi Kudo tak menampakan batang hidungnya bukan dikarenakan oleh pekerjaannya sebagai Detektif. Saya berpendapat selama ini Shinichi sering main mata dengan wanita yang ia jumpai, ia bahkan berhubungan tak normal dengan kawannya, Heiji Hattori. Mungkin nama lain dari Shinichi Kudo yang mungkin sangat populer adalah 'Bad Boy' dan saya menyarankan anda jangan mengharapkannya lagi. Lebih baik anda bersama pria yang jauh lebih baik―misalnya saya kalau begitu.
Pesan: Tolong kirimkan honor jasa saya ke nomor rekening yang ada di belakang surat ini, honornya yaitu sebesar 679.000 Yen.
Terimakasih.

oOoOoOo

"APA-APAAN INI?" teriak seorang wanita yang baru saja menmabaca sebuah surat, yang kelihatannya resmi sekali. "AWAS KAU SHINICHIIII!"
END-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Ijol's Birthday Present


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Fanfic: Nyatakan Cintamu Chapter 1

Disclaimer: All publicly recognizable characters, settings, etc. are the property of their respective owners. The original characters and plot are the property of the author

A/N: aku tak percaya aku bisa menyelesaikan ini, ini pertama kalinya kau membuat Romance yang seperti ini. Harus kuakui aku tak begitu bisa untuk membuat sebuah Romance, tapi aku terus belajar untuk membuatnya. Aku mohon maaf yang sebesar-besarnya buat para pencinta Dramione yang kurang berkenan dengan fic ini.

Nyatakan Cintamu by © Infaramona
Harry Potter copyrights by © Joanne Kathleen Rowling
Draco Malfoy/Hermione Granger
Romance/Friendship
Rated:T

Sudah lebih dari enam bulan perang Hogwarts berlalu dan kini dunia sihir kembali nyaman dan aman untuk ditempati. Semua ini terjadi karena Anak-Yang-Bertahan-Hidup telah berhasil menumpas Pangeran Kegelapan dan kroni-kroninya yang telah berhasil menimbulkan terror di dunia sihir selama bertahun-tahun.
Tahun ini, semua tingkatan kelas di sekolah sihir Hogwarts kembali diulang karena tahun lalu siswa-siswi Hogwarts tak mendapat pelajaran yang bisa dikatakan layak.
Walaupun suasana dunia sihir sudah kembali nyaman, mungkin hal itu tidak berlaku untuk sang Pangeran es dari Slytherin yaitu Draco Malfoy.
Sudah seharian ini Draco duduk termenung di ruang rekreasi Slytherin sambil mengamati bekas kayu yang terbakar di perapian. Draco menolak ajakan teman-temannya untuk menghabiskan waktu akhir pekannya di Hogsmeade.
Sang Ketua Murid pria itu masih merasakan sakit dihatinya yang sangat mendalam karena seminggu yang lalu, saat ia hendak menuju ruang rekreasi Ketua Murid, ia mendapati Hermione Granger sang Ketua Murid wanita sedang berciuman panas dengan Ron Weasley di salah satu koridor yang agak sepi. Hati Draco sakit sekali saat melihat kejadian itu.
Saat itu juga ia berniat untuk megubah si Weasel itu menjadi teko ceret. Tetapi, ia tidak jadi melakukannya karena ia takut bahwa nanti seisi Hogwarts tahu bahwa ia menyukai Hermione Granger.
Ya, Draco Malfoy sudah menyukai Hermione Granger sejak ia baru menginjakkan kakinya untuk pertama kalinya di Hogwarts. Ia ingin sekali berteman dengan Hermione, tapi tidak jadi karena Hermione lebih dulu menjadi teman rival abadinya, yaitu Harry Potter.
Tapi, semenjak Draco mengetahui status Hermione adalah seorang Kelahiran-Muggle, otak Malfoynya kembali menguasai dirinya dengan meneriakkan 'Ia Darah-Lumpur!' saat hatinya selalu menyanyi merdu ketika ia berada dalam jarak dekat dengan Hermione.
Semenjak tahun ketiganya di Hogwarts, Draco perlahan-lahan mencoba untuk melupakan rasa sukanya terhadap Hermione dengan mendekatkan dirinya terhadap anak dari sahabat ayahnya, yaitu Pansy Parkinson.
Tapi, sejak Yule Ball tahun keempatnya, monster indahnya yang sudah terkurung di penjara hatinya selama hampir setahun penuh kembali mengaung dan memaksa dirinya keluar dari sangkar hati Draco saat melihat penampilan Hermione yang sangat memukau malam itu.
Sekak Yule Ball, otak Draco kini tak pernah absen untuk memasukkan nama Hermione Granger dalam daftar orang yang selalu harus dipikirkannya.
Sekarang, sejak kegelapan yang menyelimuti dunia sihir berakhir, status Draco yang dulunya sebagai 'musuh' dari seorang Hermione Granger pun terlepas dari tubuhnya sejak ibunya menyelamatkan sahabat Hermione pada saat perang Hogwarts berlangsung. Walaupun mereka bukan lagi menjadi musuh, tetapi mereka juga tidak bisa untuk dikatakan teman karena mereka jarang sekali bertukar sapa, walaupun menurut Draco ini adalah suatu kemajuan besar.
"Hei Draco!" teriak seseorang sahabat Draco tepat di telinganya yang sukses membuat Draco tersentak dan telinganya berdengung.
"Apa?" jawab Draco dengan meninggikan suaranya sambil mengelus-ngelus telinganya. "Kenapa kau harus teriak-teriak sih? Aku kan tidak tuli!"
"Tentu saja aku harus teriak, aku memanggilmu berberapa kali dan kau tak mengalihkan pandanganmu dari perapian seakan perapian berdebu itu adalah pacarmu. Aku tadi sempat berpikir untuk menggunakan mantra Sonorus untuk menyadarkanmu tau!" kata Blaise dengan nada sinis dan sedikit jail.
"Ohh.. umm.. Sorry... aku sedang memikirkan sesuatu" kata Draco walaupun nada bicaranya tidak menyiratkan sedikitpun permintaan maaf.
"Apakah kau memikirkan Granger lagi?" celetuk Blaise dan saat itu juga ia meringis kesakitan karena Theo langsung menginjak kakinya dengan sekuat tenaga.
"Iya... aku... DARIMANA KALIAN TAHU?" teriak Draco sambil beranjak dari sofa empuk tersebut dan memandang galak kedua sahabatnya tersebut dengan berkacak pinggang.
"Tentu saja kami tahu Draco," Theo berkata sambil berusaha menghilangkan cengiran di wajahnya. "Menurutmu kami begitu bodoh, sehingga tak menyadari kearah mana matamu memandang saat makan di Aula besar ataupun di kelas?"
Draco mengalihkan pandangannya, pura-pura tertarik dengan salah satu lukisan di ruang rekreasi Slytherin. Draco bersyukur hari sudah mulai gelap sehingga kedua sahabatnya tak bisa melihat rona merah di kulit pucatnya. Badan Draco serasa terpanggang sinar matahari saat itu juga.
"Pertama kali aku merasa mataku membodohi diriku sendiri. Aku tak percaya seorang pewaris tahta kerajaan Malfoy bisa jatuh cinta dengan gadis yang dulu selalu di hinanya karena ia Kelahiran-Muggle. Tapi, setelah sekian lama aku mengamatimu Draco, aku mengakui bahwa mataku tidak membohongi diriku sendiri!" seru Blaise sambil terkikik geli.
Draco menggaruk rambutnya walaupun tidak gatal, dengan lesu ia menghempaskan dirinya ke sofa terdekat dan menutup mukanya dengan jari-jarinya yang pucat.
"Ya, sekarang kalian sudah tahu rahasia terdalamku," ucap Draco cemberut. "Tertawalah sekarang sesuka hati kalian. Tertawalah! Tapi... aku tak mungkin mendapatkannya, aku sudah di dahului oleh Weasel-King itu." ucap Draco dengan diakhiri dengan dengusan.
"Jangan menyerah sebelum berperang Bung!" ucap Blaise sambil menepuk punggungku. "Aku punya berita bagus untukmu. Mau dengar?"
"Yeah, apa itu?"
"Tadi kudengar dari seorang anak kelas lima yang tadi duduk di dekatku saat aku di Three Broomstick, bahwa Weasley dan Granger bertengkar hebat tadi malam di ruang rekresi Gryffindor, katanya mereka juga putus." gumam Blaise dengan sedikit berbisik.
"BENARKAH?" teriak Draco sambil mencengkram bahu Blaise dengan kencang seperti mau bertarung a la Muggle dengannya dan mendapat tatapan aneh dari beberapa anak yang sedang berada di ruang rekreasi Slytherin.
"Ya, aku tak tahu bagaimana sebenarnya. Tapi lihat seja esok hari saat sarapan.'
Makhluk yang sekarang berada di dada Draco meraung penuh kemenangan.
.
Draco sengaja bangun pagi-pagi untuk melihat apakah benar hubungan Hermione dan Ron benar-benar telah putus, Draco beranggapan bahwa mungkin Hermione akan sarapan pagi-pagi untuk menghindari Ron saat ini.
Ketika Draco memasuki Aula besar, hanya ada beberapa orang disana: Tiga orang Ravenclaw yang sedang sibuk menulis dan dua orang Hufflepuff yang mungkin sedang berpacaran karena mereka duduk berdua dengan lengket sekali seperti ditempeli lem. Hanya meja Gryffindor dan Slytherin-lah yang kosong melompong, mungkin itu juga menandakan kedua asrama ini adalah asrama para pemalas.
Setelah hampir satu jam duduk di Aula Besar seperti orang bodoh, akhirnya orang yang Draco tunggu-tunggu sejak tadi datang juga tapi tidak seperti bayangan Draco, wanita berambut lebat itu tidak sendirian, ia juga bersama Harry Potter, Ginny Weasley dan juga... Ronald Weasley.
Gelembung kebahagiaan yang menyelimuti Draco sejak malam kini pecah hingga beratus-ratus keping. Blaise dan Theo salah. Hermione berlum berpisah dengan si keparat Weasel itu.
Dengan badan lesu dan wajah pucat, Draco menyeret kembali kakinya yang tiba-tiba menjadi lemas untuk segera menjauh dari Aula Besar.
.
Sudah setengah jam Draco mengelilingi kastil tak tentu arah seperti orang bodoh. Saat ini, dengan hati yang tersayat-sayat dan juga marah, ia hanya mengikuti kemanapun kakinya bergerak.
"Hai Draco, kau mau kemana?" sapa seseorang dengan wajah bundar dengan tubuh yang sudah sedikit berotot.
"Hai Neville, aku hanya menenangkan pikiran... NEWT membuatku agak stress" jawab Draco berbohong dan masih memasang topeng Malfoy-nya. Karena saat perang lalu, Draco sempat menyelamatkan Neville dari reruntuhan Hogwarts, dan sekarang mereka mulai berteman dengan saling memanggil nama kecil mereka.
"Ohh, aku juga, tapi jangan terlalu dipikirkan Draco, nanti kau bisa sakit loh. Yasudah, aku pergi dulu ya, aku mau bertemu dengan Profesor Sprout." ucap Neville sambil melambaikan tangannya dan berbalik pergi.
"Hoi Neville!" panggil Draco mendadak dan membuat Neville membalikkan badannya. "Apakah Weasley dan Granger benar-benar putus?"
Draco tersentak, ia langsung tahu bahwa ia sangat bodoh dengan menanyakan hal seperti itu kepada Neville. Tapi mulutnya tak mau diajak berkompromi. Tapi, dengan kemampuan aktingnya yang hampir sekelas dengan artis-artis Muggle, Draco tetap memasang tampak cuek dan masa bodohnya dan mangabaikan jantungnya yang bertalu-talu kencang.
"Ya benar. Mereka putus tadi malam," jawab Neville tanpa curiga sedikitpun kepada Draco. "Belum pernah aku melihat Hermione berteriak-teriak seperti itu. Menyeramkan, mirip seperti nenekku. Aku tak tahu masalahnya apa, tapi Harry memberitahuku mereka bukan bertengar seperti biasa, mereka baru saja putus."
Gelombang kelegaan dan kehangatan menyapa Draco kembali. Tanpa menyadari Neville ada di depannya, Draco nyengir dengan sangat lebar dan menghancurkan semua atribut-atribut Malfoy-nya. Gelembung kebahagiaannya yang tadi sudah pecah beratus-ratus keping kini menyatu kembali dengan skala yang lebih besar. Draco berbalik badan tanpa menghiraukan wajah bingung Neville dan berjalan menuju ruang rekreasi pribadinya, yaitu ruang ketua murid dengan senyumannya yang sangat lebar.
.
"Katak Bertanduk" kata Draco menyebutkan kata kunci ruang rekreasi ketua murid.
Dengan senyum masih mengambang di wajah tampannya, ia masuk dan mendapati orang yang ia pikirkan selama ini sedang membaca buku yang sangat tebal di sofa yang berwarna merah marun.
Senyum Draco semakin lebar saat memandang wanita bermata coklat indah itu selama beberapa waktu. Merasa diperhatikan, Hermione mendongakkan kepalanya dan menatap Draco dengan pandangan bertanya.
"Ada apa Malfoy? Kenapa kau tersenyum seperti orang idiot itu kepadaku?"
"Bukan urusanmu aku tersenyum Granger, dan aku juga tidak tersenyum kepadamu! Kau terlalu kepedean!" sinis Draco kepada Hermione walaupun jantungnya melompat-lompat tak tertahankan.
"Ohh."dan dengan kata singkat itu, Hermione kembali melanjutkan membaca bukunya yang tampak membosankan itu tanpa melawan Draco seperti biasanya. Hermione sedang malas untuk berdebat dengan pemuda berambut platinum itu.
Dasar bodoh! Rutuk Draco sambil mengacak-acak rambutnya.
.
"Hei Draco!" bisik Blaise sambil terkikik di sela-sela pelajaran mantra, saat ia menyadari mata Draco bukan tertuju kepada Profesor Flitwick tapi kepada sosok wanita berambut lebat yang sedang menjawab pertanyaan dari Profesor Flitwick dengan semangat mengebu-gebu.
"Apa?"
"Kenapa kau tidak cium saja bibirnya nanti setelah pelajaran usai. Selagi kau masih punya kesempatan nih. Banyak loh pemuda yang jatuh cinta kepadanya, dia kan populer dan juga cantik, jangan sampai kau keduluan." ejek Theo kepadaku disertai kikik teredam dari Blaise.
"Oh Shut up!" dan muka Draco kembali memerah.
.
Sebuah surat berbentuk pesawat terbang jatuh dihadapan Draco saat sedang pelajaran Sejarah Sihir. Ini menganggu keasikannya untuk memandang tangan mulus Hermione saat ia menulis catatan yang diucapkan oleh Profesor Binns. Ini adalah hari yang terbaik bagi Draco karena hari ini untuk yang pertama kalinya ia duduk sebangku dengan Hermione.
Dengan kesal ia membuka surat 'keparat' itu dan mendapati tulisan tang berantakkan milik Balise Zabini.
'Cium dia sekarang juga!' dengan rasa kesal ia merobek pesawat itu dan membalikkan badannya sambil memandang Blaise dengan tatapan yang dapat membuat Bassilisk menangis terharu saking bangganya.
.
"Hei Malfoy! Kita perlu biacara" kata seorang pemuda berambut hitam acak-acakkan yang lebih dekenal sebagai Sang Terpilih.
"Apa?" jawab Draco tanpa melupakan topeng Malfoy nya.
"Ini tentang Hermione." jawab Harry tenang dan sukses membuat jantung Draco kembali menggelar konser Drum lagi. Dengan susah payah Draco menhilangkan semburat merah di pipinya.
"Apakah kau suka padanya?" tanya Harry dengan gaya seperti seorang Detektif yang sedang menyuduti korbannya.
"Dengan dia? Kau ngaco Potter!" jawab Draco dengan susah payah meredamkan dentuman jantungnya.
"Kau jangan membohongi dirimu sendiri Malfoy! Aku tahu kau selalu memandangi Hermione di setiap pelajaran ataupun di Aula Besar, Ron saja menyadarinya, tapi untungnya dia tak lagi cemburu. Hermione pernah memergokimu saat kau memandangnya dan wajahnya bersemu semerah tomat." kata Harry dengan cengiran khasnya.
"Benarkah?" tanya Draco penasaran dan merasakan dadanya bergemuruh labih kencang lagi.
"Ya, nah Draco..." Draco tersentak saat Harry memanggilnya dengan nama kecilnya. "Coba kau dekati dia dan nyatakan cintamu kepadanya. Aku mendukungmu sepenuhnya karena ibumu telah menyelamatkan hidupku. Ron juga, walaupun ia masih ragu-ragu. Tapi ingat Draco, jika kau menyakiti Hermione, maka aku akan duel sampai mati denganmu. Sampai jumpa."
Draco memandang Harry dengan melongo dan merasakan gelombang kebahagiaan mekar di dadanya.
.
Seminggu yang lalu Harry memberi dukungannya kepada Draco yang sampai sekarang Draco belum mempercayai apa yang di dengarnya dan Draco masih belum mempersiapakan strategi untuk menyatakan cintanya kepada Hermione.
"Hoi Draco!" panggil seorang sahabat Draco yang menurutnya sangat menyebalkan.
"Apa?" tanya Draco bosan.
"Kami baru saja mencuri ini dari lemari tua Slughorn," kata Theo dengan nada bangga di suaranya sambil menunjukkan sebotol ramuan yang tampak seperti lumpur kental hitam yang menjijikan.
"Apa itu?"
"Ini ramuan Polyjuice Draco, masa kau tak tahu? Kaukan salah satu murid yang pintar dalam pelajaran ramuan?"
"Aku tahu itu!" ucap Draco sinis, "maksudku mau kalian apakan?"
"Aku mau mencampurnya dengan ini" kata Theo sambil menunjukkan beberap helai rambut coklat yang sangat familier bagi Draco.
"I-itu rambut Hermione kan?" tanya Draco dengan padangan menuduh, "mau kalian apakan itu? Dan darimana kalian mendapatkannya?"
"Wah... dia mengenali rambut yayang Hermione tercintanya," ejek Blaise sabil menampilkan cengirannya.
"Benar sekali Blaise. Dia kan selalu memandangi rambut itu dengan pandangan yang... wow" ejek Theo meladeni kata-kata Blaise yang kini sedang tertawa terbahak-bahak.
"Jadi maksud kalian apa? Dan jawab pertanyaanku yang tadi!"
"Wah, kasar sekali," kikik Blaise. "Kami mendapatkannya dari Harry"
"Ha-harry? Apa urusannya denganku? Dan untuk apa ramuan itu? Apakah kalian mau meminum ramuan bodoh itu supaya kalian menjadi Hermione dan kemudian aku mau berpacaran dengan kalian? NO WAY! TAK AKAN PERNAH!" ucap Draco dengan emosinya yang tinggi dan melipat kedua tangannya.
Blaise tak mampu menahan tawanya dan sekarang ia sedang terguling-guling di ruang rekreasi Slytherin.
"Hei mate, bukan itu maksud kami, kau bodoh sekali!" Theo menggebuk punggung Draco sambil terkikik. "Maksud kami, kami walaupun ini keputusan berat akan meminum ini supaya kami berubah menjadi Granger agar kau bisa berlatih menyatakan cintamu kepada Granger yang asli. Kami tak tahan melihat sikap bodohmu itu. Kau mengerti?"
"Ya benar Draco, walaupun itu menjijikan." jawab Blaise dengan bekas air mata tawa di wajahnya.
"Benarkah?"
TBC

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Fanfic: Cermin

 A HARRY POTTER FANFICTION BY INFARAMONA

George Weasley/Ginny Weasley

Reted: K+

Disclaimer: J.K. ROWLING

Summary: Tertawa? Apa itu tertawa? Aku sudah tak mengenali lagi kata itu. Tidak, karena jiwaku telah pergi bersamaan dengan perginya dia.

"Jika manusia mati, mereka hanya hidup dalam kenangan orang lain"~Detective Conan

George's POV
Hal yang aku lakukan setelah berakhirnya perang Hogwarts adalah menyendiri. Sahabat sejatiku saat ini hanyalah cermin. Kenapa? Karena setiap aku memandang cermin aku dapat melihatnya lagi. Jika aku tersenyum, dia juga akan tersenyum. Jika aku menangis, dia juga akan menangis.
Perang besar telah berakhir seminggu yang lalu. Semua orang berpesta. Semuanya bersuka cita. Semuanya tenggelam dalam ombak kebahagiaan, tapi tidak halnya denganku.
Lima hari yang lalu ia dimakamkan bersamaan dengan para 'pahlawan yang telah gugur lainnya'. Rata-rata para 'pahlawan itu dimakamkan di Hogwarts, tapi Mum berpikiran sama denganku, kami tak mau berpisah terlalu jauh dengan Fred. Dia dimakamkan di pemakaman di daerah sekitar Ottery st. Catchpole. Pemakamannya hanya dihadiri oleh beberapa orang. Aku tak peduli, yang kutahu saat itu aku merasa jiwaku ikut terkubur bersamanya.
Seluruh keluargaku berusaha tetap tegar dan tetap sabar. Yang paling terpuruk di keluarga kami atas kematiannya selain aku adalah Mum. Mum sudah jarang sekali memasak makanan untuk kami. Sebagai gantinya Fleur-lah yang memasak. Aku tak tahu bagaimana rasa masakannya karena lidahku hanya mengecap satu rasa, hambar.
Aku merasa nyawaku yang sudah rapuh ini hanya bisa bertahan karena cermin.
Otakku yang masih waras selalu berteriak kepadaku bahwa yang dicermin itu aku, bukan dia! Dia tak berlubang.
Berlubang?
Aku ingat saat itu, saat melihat wajah khawatirnya saat melihat telingaku ini berlubang dan bersimbah darah. Dia sempat menganggapku gila saat kubilang aku ini suci (holy), padahal sebenarnya aku ini berlubang (holey). Lucu sebenarnya membayangkan bagaimana suci dan berlubang dapat menjadi satu.

"Saintlike. You see. . .I'm holy.Holey, Fred, geddit?"
"Pathetic. Pathetic! With the whole wide world of ear-related humour before you, you go forholey

Aku tersenyum saat itu bersamaan dengan mataku terasa panas, aku tidak bisa membendung air mataku ini. Air mata deras keluar dari mataku, aku tidak bisa menahannya. Hatiku hancur. Hatiku sakit. Kenapa kau tega meninggalkanku Fred? Kenapa?
.
Saat ini mungkin aku hanya selongsong tubuh tanpa jiwa. Aku tidak pernah tersenyum lagi kecuali saat aku memandang cermin. Aku sudah tidak bisa membuat lelucon lagi sekalipun itu lelucon yang paling garing sedunia. Aku tak tahu tujuan hidupku saat ini.
Semua anggota keluargaku bersikap extra baik kepadaku. Setiap kali Harry memandangku, aku melihat mata hijaunya itu menyiratkan permintaan maaf kepadaku. Aku tahu itu sikap yang bodoh. Aku tahu itu bukan salahnya. Tapi, aku tak tahu bagaimana cara mengatakan itu kepadanya.
.
Hari berganti menjadi minggu, dan minggu berganti dengan lambat menjadi bulan, tapi aku masih tak tahu apa yang harus kulakukan saat ini kecuali memandang Fred dibalik cermin bisu itu. Bisnis toko leluconku diambil alih oleh Ron karena aku sudah kehilangan ingatanku tentang ber-lelucon ria.
Seminggu sekali atau beberapa hari sekali, aku mengunjunginya di pemakaman Ottery st. Catchpole. Yang kulakukan disana hanyalah berdiri diam di samping makam yang dingin itu sambil memandang kosong tak menentu. Aku sudah tak menangis lagi, mungkin saja air mataku sudah habis saat ini walaupun aku masih tidak peduli.
"George, kaukah itu?" suara yang sangat lembut dan terasa begitu familier menyapaku. Karena aku sudah tau siapa dia, aku tak usah repot-repot membalikkan tubuhku yang sudah kaku ini dan kembali memandang nisan dingin Fred.
Seorang gadis cantik dengan rambut hitam yang digerai dengan memakai setelan hitam-hitamnya menemaniku berdiri di samping makam Fred tanpa berkata apa-apa lagi. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan atau apa yang harus kuucapkan padanya. Gadis itu menyihir subuah bunga indah dengan tongkat sihirnya di nisan Fred dan kembali memandang nisan itu dengan diam.
Beberapa waktu kemudian, aku mendengar isakan pelan dari wajahnya yang menunduk lesu dan rasa canggungpun membelitku. Aku tahu dia sedih sama sepertiku, karena dia adalah salah seorang yang paling dekat dengan Fred, mungkin saja mereka lebih dari sekedar sahabat. Ya, aku tahu itu.
"A-a-angelina" panggilku kepadanya dengan suara serak yang sedikit tercekat. Aku sudah lupa kapan terakhirnya aku mengeluarkan suara sejak pemakaman Fred, atau mungkin ini adalah yang pertama sejak saat itu.
Angelina tak menjawabku, aku mengerti itu, tapi tiba-tiba dia memelukku dan menangis dengan kencang di pundakku. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan kepadanya. Dengan tangan yang kaku dan sedikit gemetar aku mengelus pundak orang yang sudah sejak lama kucintai itu dengan lembut dan aku mersakan saat itu juga air mataku juga ikut mengalir deras seperti Angelina. Kukira air mataku sudah habis, tak kusanggka aku masih mempunyai stok air mata sebnayak ini.
Mungkin telah setengah jam kami berdiri sambil berpelukan dan menangis. Angelina sudah tak menangis sekencang tadi, tapi aku masih merasakan beberapa tetes air mata membasahi kemeja hitamku. Angelina masih memelukku dengan sangat kuat seakan aku adalah tiang penyangga hidupnya dan jika dia melepaskanku dia akan jatuh ke sebuah jurang yang sangat dalam.
Sesuatu di dalam diriku berteriak marah bahwa aku tak pantas seperti itu. Aku tahu bahwa hubungan Fred dan Angelina sudah melewati batas teman ataupun sahabat. Dan sekarang, aku tega memeluk dan mengelus pundak Angelina di depan nisan dingin Fred.
Aku jahat. Aku tahu itu. Karena aku juga tidak bisa melindungimu saat itu.
Selewat beberapa waktu atau barangkali sudah satu jam atau mungkin beberapa hari yang suram, akhirnya Angelina melepaskan pelukannya kepadaku.
Aku memandang matanya yang bengkak dengan rasa penuh rasa kasihan dan penyesalan. Aku menyalahkan Fred yang telah membuatnya begini. Kenapa dia meninggalkan kami begitu cepat tanpa adanya waktu untuk mengucapkan salam perpisahan? Kenapa?
"Ma-ma-maafkan aku George." Kata Angelina dengan suara serak karena dia habis menangis. Aku ingin sekali membalas perkataannya, tapi yang bibirku lakukan hanya tersenyum aneh yang tidak bisa diibaratkan tersenyum. Kami kembali memandang nisan yang dingin itu selama beberapa waktu sampai akhirnya Angelina membalikkan tubuhnya dan berjalan kembali pulang tanpa mengucapkan sepatah kata apapun lagi.
Dengan hati yang tak lebih baik dari saat aku berangkat tadi aku kembali ber-Apparate ke The Burrow dengan mengucapkan 'sampai jumpa' kepada Fred.
.
Aku membuka pintu masuk dengan tangan lunglai mungkin setu sentilan kecil akan membuatku jatuh saat ini . Di ruang tamu hanya ada Ginny seorang sambil membaca sebuah buku yang tidak terlalu tebal. Dia mendongakkan kepalanya dan tersenyum lembut kepadaku.
"Hai George."
Aku tak mempunyai tenaga untuk membalasnya. Aku kembali kekamarku dan menghempaskan diri ke ranjang. Menutup mata supaya rasa kantuk cepat menyelubungi, tapi tetap saja tak bisa.
Cklik
Seseorang membuka pintu kamar tidurku dengan sangat pelan. Aku tak mempedulikannya dan berusaha untuk berpura-pura tidur.
"Aku tahu kau tidak tidur George." Kata Ginny dan seketika duduk di pinggiran ranjangku. Aku tak menjawab perkataannya tapi aku membangkitkan tubuhku dan duduk di tepi ranjang juga. Seketika itu Ginny memelukku seperti Angelina tadi tetapi tanpa air mata yang deras.
Saat itu juga aku merasakan kehangatan yang sangat nyaman menjalar di dalam tubuhku.
"Aku ingin kau dengarkan aku George" Ginny berkata sambil melepaskan pelukannya dan membuat kehangatan yang menyelubungi tubuhku tadi menghilang secepat kilat.
"Aku rindu George yang dulu." Ginny memulai perkatannya dan aku memalingkan wajahku. Aku sudah tau dia ingin membicarakan ini. Bukannya aku tak suka mendengarnya, tapi aku merasa tak akan bisa memenuhi kenginan adikku tersayang ini.
"Lihat aku George!" Seru Ginny sambil menepuk pipku dengan lembut. "Aku rindu George yang bisa membuat lelucon dari apapun yang dilihatnya. Aku rindu George yang selalu tertawa dan bersemangat setiap waktu. Aku rindu George yang pernah mengajariku bagaimana caranya melawan lelaki yang kurang ajar dan rasa mengusir takutku. Kemana George yang dulu kukenal?"
Aku memalingkan wajahku dari wajahnya yang lembut itu lagi dan menatap lantai dengan pikiran yang bergemuruh.
Sebenarnya aku juga merindukan diriku yang dulu. Aku tak bisa terus hidup dengan perasaan kalut seperti ini terus, tapi aku tak bisa, aku tak bisa menjadi George yang dulu tanpa adanya dia disampingku.
"Aku mengerti bagaimana perasaanmu, sangat mengerti malah. Aku mencintaimu sebesar rasa cintamu kepadanya. Aku sayang padanya. Aku rindu padanya, tapi bukan seperti ini aku melampiaskannya. Sekali lagi, aku ingin kau menjadi George yang dulu tanpa perlu melupakan Fred. Fred selalu bersama kita George, dia tak pernah menginggalkan kita. Dia selalu disini George." Ginny menempelkan telapak tangannya yang lembut ke bagian dadaku yang memberiku perasaan yang lebih hangat dan nyaman.
"Tatap aku George!" perintah Ginny kepadaku sambil mengusap pipiku pelan. "Kau kakakku yang sangat kucintai. Aku mencintaimu lebih dari aku mencintai diriku sendiri. Aku tak tega melihatmu terus bersedih dan memandang cermin setiap waktu. Aku mengerti, sangat mengerti malah kenapa kau melakukan itu." Ginny terisak pelan dan menundukkan kepalanya, aku tahu pasti air matanya sangat sulit untuk dibendungnya sekarang. Itu salahku. Aku tahu.
"G-g-inny" panggilku pelan kepadanya, mungkin sama seperti berbisik. Ginny mendongakan kepalanya dan memandangku dengan muka yang berbekas air matanya.
"Aku tak bisa tidur karena aku selalu memikirkanmu Georgy, aku beusaha sebisaku untuk bisa melihat cengiran jailmu lagi, tapi selalu gagal. Aku tak tega melihatmu begitu terpuruk seperti ini. Aku tak bisa hidup dengan George yang seperti ini! Aku kehilangan dia seperti kau, aku merasakan perihnya rasa yang menggerogoti hatiku sama sepertimu. Tapi, aku mencoba, aku mencoba menata hidupku lagi seprti dulu. Aku tak ingin Fred bersedih melihat kondisiku. Apakah kau tega membiarkan Fred bersedih disana karena melihatmu seperti ini? Apakah kau tega membuatnya bersedih George?"
Aku menggeleng dan tiba-tiba tanpa pemeberitahuan terlebih dahulu, air mata kembali membasahi mukaku yang masih lembab ini. Aku memeluk Ginny dan seketika menangis dipelukannya mungkin aku yang dulu bisa terbahak-bahak seminggu penuh jika melihatku seperti ini. Aku tak tahu kenapa, tapi setelah mengahabiskan beberapa belas menit di pelukan Ginny aku merasa lebih nyaman dan lebih hidup. Aku ingat saat kematiannya-pun Fred tetap tersenyum, kenapa aku tak bisa tersenyum seperti dia?
Ginny benar, Fred pasti bersedih melihatku seperti ini atau mungkin saja dia tertawa terpingkal-pingkal mentertawakan kondisiku yang seperti ini. Aku sekarang mersa jadi manusia paling bodoh di dunia ataukah begitu?
Air mataku sudah mereda dan dengan enggan kulepaskan pelukanku dari Ginny. Aku menatap Ginny dan dia tersenyum tulus kepadaku.
Dengan usaha yang lumayan berat, aku mencoba tersenyum dan berhasil walaupun ototku sedikit kaku, ini senyuman yang berbeda dengan senyuman yang kuhasilkan saat memandang cermin. Dengan ajaib gelombang kehangatan menyapa tubuhku seperti musim semi menggantikan musim dingin, aku tidak pernah tahu bahwa senyuman dapat mengubah diri seseorang seperti yang kualami saat ini.
Ginny masih tersenyum dangan sedikit cengiran dan langsung memelukku dengan begitu kencang dan nyaris membuatku hampir jatuh. Aku terkekeh pelan dan mengusap rambut merahnya yang sama persis warnanya denganku.
"Itu baru George yang kukenal"
THE END

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Fanfic: Hanya Sebuah Rencana

"Umm.. baiklah Mrs. Granger, aku akan melakukan semua yang kau katakan tadi," hening sejenak sementara pemuda berambut pirang platinum tersebut mengangguk pelan kemudian mengganti posisi telepon genggamnya.
"Sudah, aku sudah mencatatnya," kata pemuda berambut pirang itu lagi. "Apa kau yakin tentang ini Mrs. Granger?"
Hening kembali. Namun dari raut wajah si pemuda pirang yang agak mengerut dan bertampang agak horror, sepertinya ia sedang dimarahi oleh orang yang sedang ditelponnya.
"Terimakasih Mrs. Granger. Aku akan melakukan semuanya. Doakan berhasil ya."
Dengan senyum terukir di wajah mulusnya, sang pemuda berambut pirang platinum tersebut memencet tombol berwarna merah di telepon genggamnya tersebut untuk memutuskan sambungan teleponnya.

Hanya Sebuah Rencana by © Infaramona

Harry Potter copyrights by © Joanne Kathleen Rowling

Draco Malfoy/Hermione Granger

Romance/Friendship

Rated: T

Birthdayfic to DraconisFlame72

Dear Draco,
Baiklah, kebetulan aku sedang lbur. Kutunggu kau ya.
-Hermione
PS: Kenapa tidak menelpon saja?
Draco Malfoy menarik napasnya pelan-pelan. Ia merasa senang sekali plus gugup karena ia akan menjalankan misinya hari ini. Tapi, disela rasa senangnya muncul rasa jengkel karena Hermione kembali menyebut-nyebut tentang handphone, atau telepon, atau apalah namanya.
Darco melirik handphone pemberian Hermione yang sedang terletak dingin tak tersentuh di meja kamarnya. telepon genggam tersebut adalah hadiah ulang tahun dari Hermione di hari jadinya tahun lalu. Hermione bersikukuh untuk menyuruhnya memiliki telepon genggam karena ia merasa pos burung hantu sudah kuno dan lama. Ia tak suka hal-hal yang membuatnya menunggu, apalagi saat ada hal yang penting. Awalnya Draco menolak, ia masih merasa anti-Muggle saat ini. Walaupun ia sudah tak mengatai atau merendahkan Muggle lagi tetap saja ia masih tak ingin bergaul dengan Muggle.
Tapi, karena pandangan menyeramkan dari Hermione, Draco akhirnya menerima telepon itu dengan setengah hati.
Terakhir kalinya ia menggunakan telepon tersebut adalah ketika ia menghubungi Mrs. Granger minggu lalu, awalnya ia merasa enggan untuk menggunakan handphone tersebut, tapi karena sang ibu dari Hermione tersebut tak mengerti atau tak terbiasa dengan pos burung hantu, maka dengan berat hati, Draco akhirnya meruntuhkan tembok antara dirinya dengan handphone layar sentuh tersebut.
Draco menarik napas pelan kembali sembari mengecek buku catatannya yang berada di atas meja. Buku catatan tersebut berisi segala hal yang diucapkan oleh ibunda Hermione tersayang kepadanya minggu lalu. Walaupun sudah hafal isinya, Draco masih melirik catatan tersebut sekali-kali untuk memastikan ia tak melewatkan satu hal pun.
Draco melirik jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangannya tersebut. Satu jam lagi pikirnya.
Ia memandang pantulan dirinya di cermin dan berkata 'sempurna' di dalam hati. Ia saat ini telah merelakan segala tetek-bengek tentang hal ke-Malfoyish nya. Coba bayangkan, dimana lagi kau bisa menemukan seorang keturunan Malfoy menggunakan pakaian Muggle.
Draco saat ini memakai kemeja bergaris halus berwarna biru dan celana jeans panjang. Ia menghela napas, masih belum mempercayai apa yang dikenakannya saat ini.
Sang pemuda berambut platinum itu mengacak rambutnya sedikit, karena Hermione―dan semua wanita yang pernah ditemuinya kecuali ibunya―mengatakan ia tampak semakin tampan jika rambutnya agak berantakan sedikit.
Mengecek semua bawaannya dan sudah yakin semuanya terbawa, Draco memantapkan dirinya dan lalu menuju motor barunya yang baru ia beli minggu lalu setelah menelpon Mrs Granger.
#
Hermione Granger saat ini sedang mengalami hal yang wajar bagi seorang gadis berusia 22 tahun. Ia telah mengeluarkan semua pakaiannya di dalam lemari dan kemudian mencocokkannya. Memang aneh sekali melihat seorang lulusan terbaik Hogwarts melakukan hal tersebut, tapi segala hal yang didasari oleh cinta dapat dimaklumi kan?
Setelah hampir setengah jam berkutat dengan bajunya, ia akhirnya memilih dres tanpa lengan selutut berwarna putih dengan berlukiskan garis-garis rumit berwarna coklat. Ia juga memakai tas tangan sederhana berwarna hitam. Ia tahu, bahwa Draco sangat tak suka dengan dandanan a la Muggle-nya ini, tapi membuat Draco kesal adalah salah satu hal wajib di kamus Hermione.
#
Hermione sedang duduk di sofa di depan perapiannya, menunggu kedatangan Draco yang biasanya datang dengan Bubuk Floo. Ia baru ingin memulai ritual membaca bacaan 'ringan'nya ketika ia tersentak kaget mendengar derit motor di depan rumahnya. Hermione kembali meletakkan bukunya di rak dan mencoba mencari tahu siapa yang datang menemuinya dengan mengendarai motor.
Setelah membuka pintu masuk flatnya, Hermione hanya bisa tercengang melihat siapa yang barusan datang ke rumahnya dengan menaiki motor, yaitu Draco Malfoy, namun bukan Draco yang biasa Hermione kenali―Draco yang ini memakai pakaian Muggle dan membawa motor! Demi Celana Merlin!. Hermione dengan secepat kilta meraih tongkat sihirnya dan mengacungkannya ke pria yang 'berwajah' seperti Draco Malfoy tersebut.
"Siapa kau? Kenapa kau menggunakan wajah Draco Malfoy?" ucap Hermione lantang ke depan pria berambut pirang tersebut. Sang pria hanya bisa meneguk ludah saat tiba-tiba diserang dan merasa aura menyeramkan milik salah satu pahlawan Hogwarts tersebut.
Walaupun masih merasa ngeri, Draco masih tetap memasang topeng Malfoy terbaiknya dan berkata, "Ini aku Granger, Draco Malfoy."
Masih belum melonggarkan acungan tongkat sihirnya tersebut, Hermione kembali bertanya, "Buktikan! Aku masih belum percaya."
Draco meneguk ludah lagi, namun seringai kecil terpampang di wajahnya.
"Kau tak percaya dengan penampilanku hari ini, heh, Hermione?" pemuda berambut pirang platinum tersebut tertawa kencang sekali melihat wajah Hermione seperti itu hanya karena penampilannya.
Melihat pria di depannya itu tertawa terbahak-bahak―sungguh bukan Malfoy-ish sekalii―, Hermione semakin tak percaya bahwa orang yang berada di depannya ini adalah Draco Malfoy. Masih dengan acungan menyeramkan dari tongkat sihirnya, Hermione kembali berkata dengan hampir menggeram,"Kutanya siapa kau? Atau kukutuk kau menjadi hewan tak bertulang belakang!"
Mungkin jika orang awam akan lari terbirit-birit jika Hermione mengacungkan tongkatnya dengan aura menyeramkan seperti ini, tapi karena Draco sudah terbiasa dengan tatapan menyeramkan dari Hermione saat di Hogwarts dulu, ia masih kuat menghadapinya.
"Tenang Hermione, ini aku, Draco."
"Buktikan!"
"Baiklah…" Draco menghela napas pelan. "Kau pernah menamparku ketika kita di tahun ketiga, kau bersama Harry dan Ron pernah menyelamatkanku dari api Crabbe waktu perang besar, kau pernah mengunciku dengan mantra aneh saat di ruang Ketua Murid saat aku menyembunyikan essay mu. Masih kurang?"
Hermione terdiam dan menurunkan tongkatnya pelan. Bukti ketiga dari Draco tadi adalah bukti yang paling kuat. Hanya dia dan Draco yang mengetahui bukti ketiga tersebut.
"Sudah percaya?"
Ngomong-ngomong soal percaya, siapa juga perempuan waras yang percaya jika retina mereka menangkap bayangan seorang Draco Malfoy mengenakan setelan Muggle dengan mengendarai motor dan rambut berantakan! Demi celana basket gombrong kepunyaan Merlin! Tak akan ada yang percaya!
"Kau cantik sekali hari ini, Hermione" Draco berkata untuk memutus keheningan yang melanda karena mungkin Hermione masih tak percaya.
Hermione masih diam dat bergeming.
"Ohh… sudahlah Hermione. Memangnya kenapa kalau aku berpakaian seperti ini sekali-kali? Boleh kan?"
Diam sejenak dan terdengar helaan napas pelan Hermione.
"Te-tentu saja. Tapi rasanya aneh, seperti bukan dirimu saja Draco," entah kenapa, setelah mengucapkan kata tersebut Hermione menjadi lebih percaya kepada Draco.
Hermione kembali memandang Draco, ia tak menyadari bahwa Draco bisa setampan ini. Ia tadi tak menyadarinya karena masih dalam amarah. Tapi sekarang, ia kembali menatap kagum penampilan Draco saat ini. Penampilan Draco saat ini bisa membuat para wanita akan meleleh dalam sekejap mata.
"Kenapa nona? Terpesona oleh ketampananku?" ujar Draco sedikit dengan nada jahil di suaranya.
"Tentu saja tidak! Dasar kepedean!" Hermione berteriak agak tidak normal dan mukanya langsung berubah menjadi sewarna dengan rambut keluarga Weasley. "Kenapa kau pakai motor?"
"Ingin hal yang baru saja,"
"Oh..."
Canggung-pun menguasai mereka berdua, apalagi Draco yang terus saja memegangi kantung celananya seperti berusaha agar sesuatu dalam kantungnya tersebut tak jatuh dan aman-aman saja.
"Baiklah nona, kau sudah siap?"
Hermione mengangguk pelan dan menerima helm yang diulurkan oleh Draco. Walau merasa jengkel karena tatanan rambutnya akan rusak lagi, tapi lebih baik memilih aman kan, batin Hermione.
"Benarkah kau bisa mengendarai motor Draco? Aku tak ingin mati muda." ucap Hermione pelan.
Tanpa menghiraukan ucapan Hermione, Draco melajukan motornya dengan kecepatan tinggi dan dengan reflek membuat Hermione berteriak dan memukul bahunya.
#
Draco Malfoy memarkirkan motor putihnya di sebuah basemant parkiran di sebuah Mall elit di jantung kota London. Melepaskan helm-nya dengan pelan dan mengibas-ngibaskan rambutnya dan hal ini sukses membuat hati Hermione menjadi semakin meleleh melihat penampilannya.
"Mau apa kita kesini, Draco?" tanya Hermione pelan karena daftar hal aneh yang memenuhi pikirannya hari ini bertambah lagi.
"Kan sudah kubilang. Jalan-jalan," Hermione kembali mengerutkan keningnya mendengar jawaban ini, ia kembali mengisi daftar kelakuan aneh Draco hari ini.
Daftar kelakuan Draco hari ini adalah:
1. Dia tak menyisir rambutnya yang paling ia sayangi itu. Biasanya Draco selalu menyisir dan merawat rambutnya tersebut seperti merawat hartanya yang paling berharga dan tiada taranya.
2. Draco mengenakan pakaian Muggle; Hal ini adalah hal aneh nomor dua karena biasanya Draco tak akan tahan lama dengan segala tetek-bengek yang berhubungan dengan Muggle.
3. Draco mengendarai motor; ini adalah hal yang paling-paling bukan Malfoy-ish. Sejak kapan Draco bisa dan mau mengendarai motor? Ini adalah tanda tanya besar yang belum bisa dipecahkan oleh gadis sepintar Hermione.
4. Draco jalan-jalan di pusat perbelanjaan Muggle; mungkin hal ini bisa membuat Paman Lucius dan Bibi Narcissa pingsan saking shock-nya dengan kelakuan putra tunggal kebanggaan mereka.
Cukup, mungkin itu saja hal yang ter-aneh yang dilakukan oleh Draco Malfoy hari ini, mungkin hal berikutnya akan akan menyusul beberapa saat lagi.
"Ayo Hermione," ajak Draco dan langsung menggenggam erat tangan Hermione dan seketika itu juga muka Hermione bersemu merah.
#
Draco melirik jam tangan mewahnya lagi dan melihat jarum pendek tersebut berada di tengah-tengah angka dua belas dan angka satu yang mengingatkannya akan catatan yang diberikan oleh Mrs Granger, bahwa jam segini adalah jam makan siang.
Setelah melirik jam mewahnya, Draco kini melirik Hermione yang mukanya masih bersemu merah. Entah kenapa Draco sangat menikmatinya. Ia juga sangat senang sekali melihat ekspresi keterkejutan Hermione hari ini. Rencananya berjalan dengan sangat sukses.
Hermione tampak amat sangat cantik di mata Draco kali ini. Dengan dress sederhananya. Memang dalam hari-hari biasa Draco selalu jengkel jika melihat Hermione berpenampilan seperti itu, tapi di dalam hatinya ia sangat-sangat menyukainya, hanya saja otak Malfoy selalu mempengaruhinya.
"Ayo naik, Draco," ajak Hermione kepada Draco untuk menaiki tangga hitam yang berjalan sendiri. Draco mengerinyitkan keningnya, ia tak menyangka Muggle mempunyai sihir yang seperti ini, benar kata Blaise dulu, bahwa jangan pernah meremehkan Muggle.
"Ayo naik Draco, mereka tak akan mengutukmu," perintah Hermione pelan.
Draco masih mengerinyit pelan dan menutup mata ketika ia menapaki tangga hitam yang berjalan sendiri tersebut, ketika ia menapakkan kakinya, ia hampir saja terjatuh karena kakinya tak terima jika tiba-tiba tempat menapaknya berjalan sendiri.
"Hati-hati Draco…"
Ini adalah salah satu hal yang paling dibenci Draco kalau di dunia Muggle. Ia tak mengenal apapun yang berada di gedung besar yang penuh pertokoan ini. Salah satu hal lagi mengapa ia tak suka di tempat seperti ini adalah karena tak ada satu orangpun yang hormat kepadanya. Yang ada hanyalah serombongan gadis yang terkikik dan menunjuk-nunjuk antusias kepadanya. Rasanya saat itu juga Draco ingin sekali mengutuk para gadis tak tahu diri tersebut menjadi kecoa sehingga ia bisa menginjak mereka, namun kerena di sebelahnya saat ini ada Hermione Granger, ia segera mengurungkan niat-nya tersebut.
Tak mau mati konyol di tempat berbau Muggle ini, Draco segera memasang topeng angkuhnya ketika berhadapan dengan mesin-mesin aneh seperti elevator, eskalator, mesin kasir, tempat minuman ringan, sampai toiletnya.
#
Draco dan Hermione kin sedang berada di sebuah toko pakaian yang sedang ramai pengunjung karena adanya diskon besar-besaran. Draco terus mengerinyitkan dahinya dan memasang tampang mual karena melihat ulah para Muggle yang berada di toko ini dan ia berharap agar ia bisa cepat enyah dari tempat Muggle ini.
"Hermione, kau ingin makan siang?" Draco berkata karena tiba-tiba teringat susunan acaranya.
"Nanti dulu Draco, aku sudah makan siang di rumah tadi. Jika kau ingin makan siang, makanlah sendiri, nanti aku menyusul," Hermione berkata masih sambil memilih-milih baju di salah satu toko pakaian. Ternyata, seorang Hermione Granger tetap saja menjadi wanita normal ketika melihat diskon ataupun jejeran baju-baju unik nan 'lucu' yang biasanya terjejer di etalase toko baju.
"Tidak usah, Hermione…" Makan sendiri? Batin Draco agak jengkel. Menurutnya apa tujuan Draco mau ketempat Muggle seperti ini kalau tidak mau berdua dengannya? Untuk apa juga seorang Draco Malfoy pergi ke sebuah Mall hanya untuk makan sendirian. Tidak akan pernah. Thank you very much.
Setelah hampir setengah jam yang aneh karena Hermione tiba-tiba menjadi gila belanja, akhirnya Hermione mengakhiri ritual para kaum hawa tersebut dengan menenteng beberapa kantong belanjaan sambil tersenyum puas.
"Disana ada toko Burger, ayo kita makan disana Draco…" ajak Hermione dengan riang sambil menyeret Draco ke kios Burger yang berjarak kira-kira dua puluh meter dari mereka.
"Burger? Apa itu Hermione?" tanya Draco dengan nada frustasi sekaligus jengkel. Kan dia yang mengajak Hermione ke tempat 'terkutuk' ini, kenapa dia juga yang diseret-seret oleh Hermione seperti ini?
"Makanan Muggle," jawab Hermione singkat, padat, dan jelas. "Tak beracun kok."
Akhirnya, setelah cekcok kira-kira selama lima menit tentang makanan Muggle tersebut, akhirnya Draco terpaksa merelakan dirinya duduk di salah satu bangku di toko Burger tersebut sementara Hermione yang pergi membelinya.
"Mana sendoknya?" tuntut Draco ketika Hermione memaksanya untuk memakan roti yang berisi daging tersebut.
"Sendok?" Hermione nyaris terkikik saat menjawabnya. "Tak pakai sendok, Draco, pakai tangan saja."
Draco membelalak. Dia tak percaya bahwa ia baru saja di suruh makan dengan 'jari-jarinya'. Ia tak pernah sekalipun makan tanpa menggunakan alat makan seperti sendok, garpu, atau sebagainya, ia tak pernah makan dengan tangan telanjang. Bahkan ketika ia kecil, ia masih tau bagaimana cara makan yang baik.
"Aku tak mau,"
"Draco..."
#
Draco mengacak rambutnya dengan frustasi. Ia tak menyangka bahwa rencana yang sudah ia susun dengan matang sejak dua minggu lalu berakhir dengan seperti inii―nonton film di bioskopnya Muggle.
Ia tak menyangka bahwa Hermione hafal segala seluk beluk wilayah Muggle dan segalanya. Rencana yang telah ia susun bersama Mrs Granger akan berakhir tak karuan seperti ini.
Saat ini Draco sedang berada di toilet Bioskop Muggle, sekalipun Draco tak pernah bermimpi akan berada di tempat seperti ini. Ia melarikan diri dari teater tersebut karena muak dengan film yang sama sekali tak masuk di pikirannya―mana ada vampir yang berkilauan? Di dunia sihir vampir tak berkilauan, ia sudah pernah melihatnya sendiri waktu dulu, ternyata imaginasi Muggle parah juga, batin Draco. namun, bertolak belakan dengan Draco, Hermione sangat menikmati film Muggle tersebut, dan tak mau diganggu sama sekali.
Ia mendesah pelan, memandang wajah tampannya yang ia kira ketampanannya berkurang gara-gara terpaksa memakan makanan Muggle tadi. Memang sih rasa makanan Muggle tadi tidak terlalu buruk, tapi… tetap saja itu makanan Muggle.
Oke, tinggal satu kesempatan lagi, batin Draco. Ia akan mengajak Hermione ke restoran paling mewah di Mall ini yang telah ia pesan minggu lalu dan memberikan benda yang berada di kantong celananya tersebut kepada Hermione. Baiklah. Draco meneguk ludahnya, dan berdoa semoga rencananya lancar.
#
"Apa kau capek Draco?" Hermione berkata agar memecah kesunyian antara mereka berdua yang sedang menunggu Lift untuk turun.
"Sedikit,"
"Umm Draco…"
"Hn…"
"Kenapa kau tumben mau ke tempat Muggle seperti ini?" tanya Hermione pelan, seketika itu juga ekspresi Hermione pada saat belanja, makan burger, dan nonton film terbuang saat itu juga.
'Itu semua cuma untukmu Hermione!' batin Draco berteriak
"Ingin saja" Draco dengan sangat mudah berbohong.
"Masa?" Hermione tersenyum jahil, "Aku tak percaya?"
Draco tak menjawab, ada hal-hal lain yang kini terpikirkan di benaknya. ia tersenyum atau tepatnya menyeringai di dalam hati.
"Ohh begitu…" Draco berkata masih dengan tampang cuek-bebeknya, "Mau kubuktikan nona?"
"Tentu saja,"
Dan tanpa pemberitahuan, tanpa persiapan, Draco merengkuh bibir Hermione dengan bibirnya sendiri. Hermione tersentak kaget, namun saat bibir lembut itu kembali menjamahi bagian mulutnya ia akhirnya mengizinkan lidah Draco menerobos perlindungannya.
Draco sendiri juga sangat kaget, tak percaya mengapa ia bisa melakukan hal ini.
Tak tahu seberapa lama mereka menempel seperti pasangan perangko dan amplop, akhirnya kedua insan tersebut melepaskan ciuman mereka karena terdesak kebutuhan oksigen mereka.
"D-D-Dra-Draco…" Hermione berkata dengan terbata-bata, mukanya semerah tomat saat ini, dan pandangannya tak lepas dari mata abu-abu Draco.
"Hermione…" Draco berkata sangat pelan dan hampir berbisik tapi Hermione mendengarnya. Ide gila baru saja mendatangi otaknya. Ia mengambil sesuatu dari kantong celananya dan membuka kotak kecil tersebut di hadapan Hermione dan menampilkan sebuah cincin emas putih dengan permata sederhana sebagai tahtanya. "Hermione Jane Granger, will you marry me?" ucapnya padat dan jelas.
Hermione tersentak. Ia tak pernah memiliki hubungan spesial dengan Draco selain teman. Ia tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya saat ini.
"Tanpa pacaran, Draco?"
"Ya, tanpa hal yang mengerikan itu," guman Draco pelan dan sukses membuat semburat merah Hermione yang tadi hampir padam kebali merekah pelan."Aku tak ingin kau berpaling ke lelaki lain. Hanya itu.
"Kau ingin jawaban apa?" Hermione bertanya maish dengan muka bersemu.
"Tentu saja… iya,"
"Tapi kalau aku menginkan kebalikan dari 'ya' bagaimana?" wajah pucat Draco menjadi semakin pucat ketika mendengar jawaban Hermione tersebut.
"…"
"…"
Setelah keheningan menjalari mereka, dan antusias penonton yang melihat mereka karena mereka baru saja berciuman dan adanya acara lamaran di depan Lift, akhirnya Draco membuka suara, tanpa memperdulikan orang-orang di sekelilingnya dan rencananya yang gagal total.
"Hermione…"
Hermione masih diam ditempat. Sebenarnya ia telah memiliki jawabannya sejak beberapa menit yang lalu.
"Hermione…"
"Ya Draco…" ucap Hermione sementara wajahnya menjadi lebih merah.
"Aku bertanya tentang hal yang tadi…"
"Aku sudah menjawabnya berusan…"
Draco tercekat seketika. Memandang Hermione dengan tatapan bahagia dan haru. Ia tak menyangka, bahwa rencana gila yang baru bebrepa menit yang lalu tercetus di benaknya untuk mencium dan melamar Hermione di depan Lift akan berakhir dengan seindah ini.
"Benarkah?"
Hermione mengangguk dan disertai oleh beberapa tepukan dari para Muggle yang kebetulan sedang berada di TKP.
Tak memperdulikan para Muggle, Draco kembali memeluk dan mencium Hermione sambil berputar pelan.
"Tapi, mengapa harus di tempat Muggle, Draco?" tanya Hermione di sela ciuman mereka.
"Aku tak tahu, tanyakan saja pada ibumu…" kata Draco mengangkat bahunya namun ekspresi bahagia masih terpancang di wajah tampannya.
"Mum? Ada apa dengan Mum?" Hermione mengerinyit bingung.
"Tanyakan saja nanti saat mengurus baju perkawinan kita…"
Tak dipedulikannya rencananya yang benar-benar hancur total. Yang terpenting saat ini adalah, walaupun tidak etis sekali untuk melamar seorang wanita di depan Lift, tapi rasa bahagianya saat ini adalah rasa paling bahagia yang pernah ia alami.

ENDDDD
Maaf kalau ceritanya jadi gaje gini, maaf yaaa….
Masih berkenan untuk review? *kedip-kedip*

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Sweet Dress by infaramona





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS