"The best and most beautiful things in this world cannot be seen or even heard, but must be felt with the heart." - Hellen Keller
Cemburu by © Infaramona
Detective Conan by ©Aoyama Gosho
Conan Edogawa
Rated: T
AI POV
Napasku terecekat, seakan oksigen telah benar-benar hilang di muka bumi.
Hingar
bingar di stadion kecil Beika itu seketika juga menguap karena
menyaksikan sang pahlawan pertandingan tiba-tiba merosot terjerembab
dari podium. Para Fangirls Conan Edogawa-pun terdiam ditempat.
Satu detik keheningan
Dua detik keheningan
"Conan-kun!"
"Edogawa-san!"
Berbagai
macam teriakan kembali terdengar di stadion kecil tersebut. Pak
Walikota yang berdiri disamping Conan pun shock dan dengan cepat
berteriak memanggil petugas kesehatan dan menggendong Conan ala bridal
style. Aku yang masih belum sadar penuh dengan kejadaian ini hanya bisa
tercekat dan otakku masih belum mampu untuk mengirimkan
stimulus-stimulus agar menyuruh kakiku bergerak saat ini juga.
Piala
kemenangan di podium pun tergelatak tak berdaya dan tak lagi menarik
perhatian bagi para penonton karena saat ini fokus penonton hanya kepada
Bapak Walikota yang masih membopong Conan menuju mobil Ambulan yang
entah sejak kapan bertengger di parkir stadion.
#
NORMAL POV
"
Ai-kun…
sudah malam, sebaiknya kau segera tidur." terdengar suara Profesor
Agasa yang kini sedang mengintip kecil di tepian pintu dan memandangi Ai
Haibara dengan baju laboraturiumnya yang kini masih sibuk berkutat
dengan komputer nya dan berbagai kertas kecil tak beraturan yang jelas-jelas terhampar di depannya.
"
Aku belum mengantuk, Profesor…" ucap Ai tenang dengan jari-jari yang masih menari-nari di untaian tombol keyboard.
"
Kau
sudah berkutat di dalam sini hampir delapan belas jam," ujar Profesor
Agasa dengan menghela napas. "Bagaimana jika nanti kau menyusul
Shinichi-kun terkapar di rumah sakit, huh?"
Ai memutar kursinya dan kemudian terseyum tipis, "Aku tak selemah dan sebodoh dia. Oyasuminasai Profesor."
Tahu
bahwa kata terakhir dari Ai adalah kata pengusiran secara halus Hiroshi
Agasa segera membalikkan tubuhnya dengan sedikit menggerutu dan kembali
ke kamar tidurnya.
"
Oyasumi… Ai-kun…"
#
#
#
"Sejarah
baru di dunia persepakbolaan antar SD se Tokyo―" terdengar ucapan
bernada sinis yang keluar dari bibir mungil seorang bocah perempuan
berambut coklat kemerahan pendek beriris biru yang sedang duduk sambil
menyilangkan kakinya di sofa sebuah ruangan rawat inap rumah sakit.
"―jatuh pingsan dengan tak elitnya di atas podium karena patah hati,
menyedihkan."
Tak ada jawaban yang terbalas oleh seorang bocah
yang kini sedang mendudukan dirinya di sebuah ranjang rumah sakit dengan
sebuah buku bersampul hitam yang sepertinya buku misteri lagi. Dasar
maniak misteri. Ia masih santai membalik-balik halaman bukunya tanpa
memperdulikan ucapan sang bocah wanita tadi.
"Fansmu histeris loh…"
"Terserah…"
Hening
kembali di ruangan bercat putih tersebut, tak ada aura canggung karena
mereka memang biasanya jarang bicara dan yang terdengar hanyalah halaman
buku yang dibalik.
"Terus bagaimana saat ini…?" pertanyaan yang
agak ambigu tersebut meluncur dari bibir wanita yang memakai cardigan
coklat tersebut.
"Maksudmu?" kini pandangan iris biru sang bocah laki-laki yang dipanggil Conan tadi pun kini berpaling dari bukunya.
"Kau dan Ran, maksudku, kau mengertilah…"
"Entahlah."
"Kau masih mempertahankan kegiatanmu beberapa bulan belakangan ini?"
Terdengar
hembusan pelan dari tarikan napas sang bocah laki-laki, "Entahlah… Aku
tak mau kembali ke ruangan ini dengan alasan seperti yang kau katakan
pada awal tadi―jatuh pingsan karena kelelahan patah hati―kau benar, itu
menyedihkan."
Ai tertawa yang mungkin lebih mirip seringai ketika
mendengar perkataan Conan, dia tak menyangka bahwa sang detektif
tersebut mau mengatai dirinya seperti tadi. Momen ini harus dimasukan di
dalam kamus Ai dalam bab 'rekor baru'.
"Tumben kau mau mengakuinya?"
"Karena kau memang benar Putri pengantuk. Aku memang bodoh akhir-akhir ini."
Ai
beranjak dari sofanya dan berjalan kearah ranjang Conan dan menempelkan
pantatnya di ranjang rumah sakit sang bocah yang baru naik ke kelas
lima SD tersebut dan memandang iris biru Conan dengan tatapan serius.
"Jadi, kau sudah menerima si Hatsue tersebut?"
Terdengan helaan napas lagi "Seperti yang kau tahu, aku harus belajar menerimanya."
Hening
sejenak. Ai masih memandang Conan dengan dengan tatapan berpikir dan
akhirnya ia menghela napas pelan dan merogoh sesuatu dari kantung
celananya dan segera melempar benda yang berbungkus kertas coklat itu ke
pangkuan sang Edogawa.
Conan hanya menatap bungkusan itu dengan tatapan bertanya dan kemudian menaikan alisnya bingung. "Apa ini?"
"Anggap saja hadiah ulang tahunmu," ujar Ai enteng.
"Ulang tahunku sudah lewat Haibara, kau tau sendiri itu…"
"Yasudah,
itu hadiah kemenangan pertandinganmu dan juga hadiah kekalahanmu dalam
mendapatkan peringkat pertama di kelas tahun ini."
Conan memasang ekspresi sebalnya dan memandang Haibara dengan Edogawa Death Glare™ nya yang terbaik.
"Hei!" ujar Conan tak terima. "Aku hanya kalah pelajaran musik darimu Miss Pengantuk! Nilaiku yang lain itu sepuluh semua."
Akhirnya
sikap kekanakan sang Kudo tersebut keluar juga. Tentu saja ia bisa
dapat sepuluh, dia kan sudah SMA batin Ai sambil terkikik―menyeringai
lebih tepatnya.
"Tapi ada berita buruk untukmu Mr. Perfect, aku
juga mendapatkan nilai sepuluh dalam setiap pelajaran termasuk pelajaran
m.u.s.i.k" ucap Haibara dengan menekankan kata pada pelajaran musik
tersebut.
Edogawa mendengus.
Haibara menyeringai kemenangan.
"Terserah kau." gumam Conan sebal kekanak-kanakan dan kembali melanjutkan membaca bukunya yang sempat terlupakan tadi.
Akhirnya Haibara tertawa.
#
Wajah
Conan memerah di sore hari yang sejuk seperti ini. Dia bukan memerah
karena demam gejala typus-nya datang lagi, tapi karena sang penyebab ia
demam sang Wanita cantik berambut hitam panjang yang kini sedang
menyuapinya makan.
"Wajahmu merah lagi Conan-kun?" Ran berkata
dengan wajah khawatir dan langsung memeriksa suhu kening Conan dengan
keningnya sendiri―kebiasaan lama Ran ketika Conan sakit―dan membuat
wajah Conan tambah memerah karena wajah mereka begitu dekat dan hidung
mereka hampir bersentuhan.
"A-a-ku ta-tak apa-apa Ran-neechan…"
"Benarkah? Tapi wajahmu merah sekali Conan-kun?" jawan Ran masih dengan khawatir.
'Itu semua gara-gara kau, bodoh,' batin Conan.
"Hawanya tiba-tiba panas Ran-neechan…"
'Panas karena kau, bodoh' batin Conan lagi.
"Aku bukakan jendela ya..."
Conan hanya mengangguk sambil mencoba menurunkan kembali darahnya yang tadi tiba-tiba naik ke wajahnya.
"Habis
makan setelah itu minum obat dan tidur ya…" ujar Ran perhatian dengan
wajah yang menurut Conan sangat manis dan kembali menaikkan darah
kemukanya yang tadi sudah sempat turun.
Selang beberapa saat
terdengar ketukan dari pintu ruangan inap Conan dan nampaklah kepala
Naoko―salah satu anggota fans club Conan―menjulur dari kaca pada pintu
tersebut.
Ceklek. Terdengar suara pintu di buka dengan amat pelan
dan nampaklah batang hidung gadis berambut hitam sebahu tersebut masuk
kedalam bersama sekitar tujuh orang sambil membawa sebuah bunga dan
keranjang buah.
"Selamat sore Ran-san, bagaimana keadaan
Conan-kun?" ucap gadis tersebut basa-basi dan menjulurkan lehernya untuk
melihat sang pujaan hati sama seperti rekan-rekannya yang lain yang
kini sibuk berbisik dan terkikik.
'Dasar anak jaman sekarang' batin Ran
"Dia
sudah baikan kok. Hei Conan-kun, teman-temanmu datang nih…" kata Ran
dan menolehkan kepalanya dan mendapati sang Edogawa sedang tertidur.
'Perasaan tadi masih terjaga kok, cepat sekali tidurnya…' batin Ran lagi.
"Wah, dia sudah tidur tuh Naoko-san, dia habis minum obat, mungkin dia kelelahan hari ini…"
"Yahh…'
terdengar seruan kecewa dari para member klub aneh tersebut dan
sebagian dari mereka mengerucutkan bibir tak senang karena usaha mereka
hari ini untuk menemui sang pujaan hati telah gagal.
"Yasudah deh Ran-san, kita pamit dulu ya… Ja…" ucap Naoko masih dengan nada kecewa dan menutup pelan pintu ruangan tersebut.
Setelah selang beberapa waktu Ran menghela napas pelan, "Kau tak boleh begitu dengan teman-temanmu Conan-kun…"
Conan membuka sebelah matanya dan segera lega karena 'teman-temannya' tadi sudah enyah dari sini.
"Aku tak suka dengan mereka…" ucap Conan dengan mengerunyutkan bibir manis ala anak-anak kecil yang dipaksa makan sayur.
"Terserah kau lah…"
#
Sudah
empat hari Conan mendiami ruangan berbau obat ini dan selalu
bertanya-tanya kapan ia diperbolehkan pulang. Ia tak suka tinggal
disini, ia merasa bahwa dirnya sehat-sehat saja tanpa mengecualikan
kepalanya yang sering terasa pusing dan ia sering meriang di malam hari.
Jam
menunjukan pukul satu malam, waktu yang tidak cocok untuk seorang bocah
duduk diranjang rawatnya walaupun dengan selimut yang menggulung
tubuhnya. Ia masih memandang kotak kecil coklat pemberian Haibara dua
hari lalu dengan rasa enggan di dirinya. Walaupun ada rasa enggan tak
beralasan dari dirinya, tapi sebagian kecil hatinya sangat penasaran
dengan isi kotak kecil tersebut.
Conan menghela napas, entah sudah
berapa kali ia menghela napas berat akhir-akhir ini seperti orang tua
karena 'meratapi' kebodohan cintanya ini.
Conan menatap sang
pujaan hati yang kini sedang terlelap di sofa kamar inapnya ini. Ia
sudah tegas menyuruh Ran untuk pulang kerumah untuk menemani Pak Tua
pemabuk itu, tapi Ran bersikeras menemani Conan karena ia takut demam
Conan akan datang lagi.
Jika ada orang yang bertanya pada Conan
apakah Conan sangat senang mendapatkan perhatian dari wanita cantik
tersebut? Pasti jawabannya 'Iya'.
Conan mengakui ia sangat senang
dimanja-manja Ran seperti ini, walaupun lebih baik ia terjun dari menara
Tokyo daripada mengakuinya. Ia merasa nyaman, hangat, dan darahnya
selalu naik ke wajahnya saat mengingat-ngingat Ran sangat perhatian
kepadanya, seperti; menyuapinya saat makan pagi-siang-malam walaupun
Conan seringkali berkata bahwa ia bisa makan sendiri, mengganti bajunya
dan mengelap badannya karena ia belum diperbolehkan mandi oleh dokter,
selalu melesat ke rumah sakit setelah pulang dari kampusnya―walaupun
beberapa kali membawa Natsue―, dan menemaninya semalaman dan rela tidur
di sofa untuk menungguinya.
Conan benar-benar sangat senang walaupun ia tetap membenci rumah sakit ini.
Terkadang rumah sakit itu mempunyai banyak nilai positif, batin Conan.
Di
tengah-tengah cahaya temaram rumah sakit sang Edogawa Conan tersenyum
manis saat ini karena memikirkan 'kekasih yang belum didapatkannya'
tersebut.
Kembali pada permasalahan kotak hadiah dari Haibara, Shinichi benar-benar ingin membukanya sekarang.
Dengan
pelan disobeknya kertas coklat pembungkus itu dan seketika terkejut
melihat beberapa pil berwarna merah gelap dan putih di dalamnya.
"APTX 4869?" tanya Conan pada kegelapan malam.
#
#
"SHIN-CHAANNN!"
Pintu
ruangan rawat Conan tiba-tiba terbuka dengan bedebam keras dan disertai
suara manis kekanak-kanakan yang seketika itu juga membuat sang objek
yang dipanggil terjatuh dengan tak elit dari ranjang rumah sakit
tersebut.
"Kaa-san?" tanya Shinichi aka Conan menatap sang wanita
berambut coklat bergelombang tersebut yang ternyata adalah Yukiko Kudo,
ibu dari Shinichi Kudo tersebut. "Ngapain Kaa-san disini? Bagaimana
kalau Ran datang?"
"Uhh… Shin-chan tega sama Kaa-san. Kaa-san kan kawatir dengan kamu, sayaaangggg."
Dan sekarang Shinichi tersiksa tak dapat beranapas karena mendapatkan pelukan maut dari ibunya tersebut.
"Kaa-san…" ucap Shinichi masih dengan sesak yang menderunya.
Yukiko melepaskan pelukannya dan langsung mengubah air mukanya dengan pandangan khawatir.
"Apa kau tak apa sayang? Masih sakit? Masih meriang? Bagaimana kata Dokter? Kau―"
"Aku bukan anak kecil Kaa-san!" ujar Shinichi memotong pertanyaan panjang dari ibunya tersebut dengan sebal.
"Tapi secara fisik kau masih anak kecil, heh, Kudo-kun?" terdengar suara kecil yang pastinya bernada sinis dari belakang Yukiko.
"Haibara! Kenapa kau disini?" tanya Conan kaget melihat Haibara yang tiba-tiba datang tersebut.
"Terserah
aku lah kenapa aku disini? aku hanya mengantarkan sang ibunda yang
kangen setengah mati dengan 'bocah kecil' kesayangannya." ucapan yang
penuh dengan nada sinis tersebut keluar dari bibir sang Miyano tersebut
dan membuat Conan mendengus semakin sebal.
Setelah kejadian
sinis-menyinis tersebut akhirnya dipecahkan auranya oleh Yukiko yang
kini sibuk menceritakan apa saja yang ada dipikirannya kepada sang anak
semata wayang dan hanya dibalas gerutuan tak jelas dari Conan seperti;
'aku tak peduli' atau 'hn' atau 'kenapa Kaa-san menceritakan kepadaku'
yang kebanyakan dibalas lagi oleh Yukiko dengan menjitak kepala sang
anak tersayang yang kini telah mempunyai benjolan dikepalanya yang sudah
dapat dihitung dengan jari.
"Akhirnya Shin-chan kecilku merasakan sakit hati..."
"..."
"Ohh... Shin-chan kecilku yang malaaangg..."
"..."
"Ohh... Shin-chan kecilku―"
"―Sudahlah
Kaa-san..." Shinichi akhirnya mencapai puncak kekesalannya. "Kaa-san
belum menjawab pertanyaanku tadi, bagaimana kalau Ran datang?"
"Ohh Ran, dia sedang ada pelajaran tambahan di kampusnya dan me-SMS Ai untuk menemanimu disini, ohhh romantis sekali..."
"Romantis apanya?" satu simpangan kecil terbentuk di dahi kecil Conan.
"Huahahaha..."
Haibara yang sejak tadi lelah menahan tawanya yang melihat interaksi
keluarga yang menurutnya bodoh tersebut akhirnya tak bisa ditahan lagi.
"Kenapa kau tertawa, hah?" simpangan kecil kembali menebal di dahi Conan.
"Kalian lucu..."
Entah apa yang terjadi Yukiko juga ikut-ikutan tertawa bersama Haibara.
"Terserah
kalian..." dan untuk kesekian kalinya Conan menghela napas untuk
mencoba menghilangkan kedutan di dahinya. "Dan Haibara? Prototype yang
kemarin kau beri padaku untuk apa?"
Haibara mengerinyitkan
dahinya, "Kau tak tahu? Kau benar-benar bodoh karena patah hati ya?"
Haibara berbalik bertanya dengan nada menghina.
"Ya aku tahu!" Conan emosi saat ini. "Aku tak mau tambah lama disini, kau tahu?"
"Tentu
saja, memangnya kenapa?" Kembali Haibara berbalik bertanya. "Aku sudah
mencoba pada tikus percobaanku dan itu berhasil dengan tenggang waktu
agak lama... ya sekitar dua minggu."
"Maksudmu aku tikus
percobaanmu begitu, hah?" kedutan atau yang kini lebih tepatnya dengan
perempatan kecil kembali terlukis di wajah Conan.
"Ya, itu kau
mengerti. Ternyata kau tak bodoh-bodoh juga ya..." ucap Ai ketus karena
kesal Conan tak menghargai jerih payahnya untuk menciptakan obat
tersebut. Hei! Bahkan ia begadang untuk menyempunakan prototype itu!
"Kau ini..." urat kesabaran Conan akhirnya putus saudara-saudara!
"Hahaha..."
Yukiko tertawa lepas melihat pemandangan yang menurutnya 'romantis dan
unyu' tersebut. "Kalian benar-benar pasangan yang cocok!"
Tak
mendengarkan komentar menggelikan dari ibunya tersebut Conan kembali
memandang Ai dengan pandangan yang tak kalah sinis dari sang empu APTX
4869 tersebut.
"Yasudah kalau kau tak mau!" Ai berkata dengan nada
yang sangat tajam. "Aku membuatnya sampai tak tidur tahu! Aku bosan
melihatmu yang seakan 'hidup segan mati tak mau' gara-gara Ran! Kau
menyebalkan!"
Persimpangan di dahi Conan menghilang tiba-tiba. Ia
tak menyangka bahwa Ai yang dijulukinya 'Putri Pengantuk Sinis' tersebut
sangat peduli padanya. Tiba-tiba ia merasa sangat bersaalah pada Ai.
"Yasudah. Maafkan aku..."
Ai memandang wajah Conan yang secepat kilat berubah dari sebal ke menyesal.
"Terserah kau lah..."
Hening kini menguasai ruangan yang tadi dipenuhi aura 'kesinisan' dan perasaan canggung pun menyebar ke seluruh penjuru ruangan.
"Errr..." gumam Yukiko berusah memecahkan gelembung kecanggungan tersebut. "Jadi, kapan kau akan menemui Ran-chan, Shin?"
"Entahlah Kaa-san... Aku merasa belum siap..."
"Mungkin Ai-chan mau membantumu? Ya kan Ai-chan?" ucap Yukiko dengan sedikit agak memelas.
Ai
mendongak dan seketika ide bulus melintas di otaknya, "Entahlah...
mungkin dompet Tas edisi terbatas Fusae brand edisi bulan ini bisa
menjawabnya..." seringaian muncul di wajah sang maniak fashion tersebut.
"Oke Deal!" teriak Yukiko dan langsung memeluk Ai tanpa menghiraukan pandangan aneh Shinichi.